BAGI anak kecil, berondong jagung memang gurih. Tapi bagi Ny. Weny, 50, lebih enakan “berondong” yang pakai kumis. Kilikannya luar biasa.
Maka ketika suami bekerja di Kaltim, dia suka mengurung anak muda yang pecinta benda purbakala. Tapi sial, ketika sedang makan “berondong” digerebek Pak RT.
Berondong jagung atau popcorn, menjadi kegemaran anak kecil. Rasanya manis campur gurih gitu, apa lagi yang pakai gula pasir.
Tambah usia setiap anak manusia, tentu menjadi beda selera.
Setelah menjadi orangtua, ketika suami tak mampu lagi menjalankan kewajiban konstitusi, banyak yang kemudian kembali suka berondong.
Tapi bukan dari jagung atawa ketan, melainkan berondong yang pakai kumis. Kilikan si kumis itu, sungguh wow........
Ny. Weny warga Sakra Barat, Lombok Timur (NTB) waktu kecil juga demen berondong jagung.
Tapi setelah berumah tangga sekian lama, belakangan mendadak jadi demen berondong lagi.
Masalahnya, Aminudin, 55, suaminya kini sibuk kerja di Kaltim, pulang ke NTB paling 6 bulan sekali.
Ibarat orang merokok, lama nggak ketemu tembako apa nggak asem itu bibir?
Meski usia sudah pas kepala 5, ternyata Ny. Weny juga masih demen masalah kehangatan malam.
Ini memang masalah prinsipil yang yang tak bisa diselesaikan dengan dipanasi pakai mikro weave.
Solusinya harus menghadirkan tokoh alternatip yang mampu menghadirkan kehangatan di kamarnya.
Kebetulan dia punya kenalan anak muda tetangga desa, namanya Harun, 35.
Ternyata anak muda ini termasuk lelaki yang suka benda-benda purbakala, meski tak pernah kuliah di Fakultas Ilmu Budaya.
Indikasinya, dia tertarik pada Ny. Weny yang berusia 15 tahun lebih tua.
Masalahnya, Harun sendiri termasuk bujang lapok, karena dalam usia 7 pelita belum pernah “mbelah duren” jatohan.
Yang satu senang benda purbakala, sedang satunya lagi demen berondong, ya kloplah jadinya.
Harun pede saja mendekati Weny, karena tahu persis bahwa wanita itu jarang dikunjungi suami.
Padahal, meski usia sudah setengah abad, tapi penampilan Ny. Weny masih oke punya.
Oleh karena itu, lama ditinggal suami kan jadi seperti kata orang Yogya – Solo: wastra lungsed ing sampiran (kain lusuh karena lama tergantung di hanger).
Karena sama-sama butuh, elektabilitas Harun langsung melejit maski tanpa pasang baliho.
Artinya, Weny siap menerima kehadiran si berondong yang masih nol pengalaman itu.
Bagi bini Aminudin, menatar soal begituan untuk Harun tidaklah sulit, karena itu bagian dari naluri setiap manusia.
Maka begitu Weny memberi lampu hijau, ya langsung masuk Pak Eko.......!
Sejak itu terjadilah penyalahgunaan “aset”. Bila di DKI Jakarta RTH dipinjam untuk pembangunan tempat ibadah, di NTB terjadi juga penyalahgunaan RTP (Ruang Tertutup Putih).
Mestinya itu hak dan domainnya Aminudin, kini diserahkan pada Harun. Tentu saja si bujang lapok itu sangat menikmati, karena serba gratis dan tinggal pakai.
Secara periodik Harun pasti muncul ke rumah Weny. Pokoknya selalu ada, karena dia tak pernah ngilang sebagaimana Harun Masiku PDIP.
Cuma, karena kehadiran Harun ini terlalu sering dan selalu malam hari, lama-lama warga jadi curiga.
Maka ketika Harun kembali datang sekitar pukul 22:00 warga bersama Pak RT siap menggerebeknya.
Betul saja, ketika kamar digedor, Harun-Weny sedang berbagi cinta bak suami istri.
Harun sempat ngumpet di kamar mandi, tapi akhirya ya Oo ......ketahuan!
Dalam pemeriksaan, Ny. Weny mengaku demen berondong karena kesepian lama ditinggal suami.
Sedangkan Harun, karena lama jadi bujang lapok, ketika ada tawaran pemanfaatan aset RTP yang langsung diambil.
Sebelum warga menghajar Harun, polisi telah datang dan mengamankannya ke Polsek Sakra Barat.
Dasar pecinta benda purbakala, bini orang dianggep artefak saja. (GTS)