Logo Tepi Pluit

Opini

Tepi Pluit: 70 Hari Setelah Palu Patah 

Minggu 09 Mei 2021, 07:00 WIB

MEI  2021 adalah  23 tahun Soeharto lengser dari kursi presiden RI. Tujuh puluh hari sebelum Pak Harto lengser, presiden RI ke-2 itu dilantik untuk ketujuh kalinya, dalam sidang paripurna ke-5 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang ditutup dengan ketukan palu pada tanggal 11 Maret 1998 di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta.

Palu itu diketukkan di meja para pimpinan sidang oleh tangan Ketua MPR/DPR saat itu, Bung Harmoko. Hadirin di ruang sidang terpana ketika kepala palu itu terlempar dan jatuh persis di muka para anggota MPR/DPR, di antaranya Mbak Tutut (putri sulung Soeharto) dan Ginanjar Kartasasmita.

Ini menjadi perbincangan nasional. Saya menyaksikan peristiwa ini dari layar televisi yang ada di ruang wartawan di kompleks Sekretariat Negara/ Istana Kepreisdenan di Jakarta.

Tanggal 15 Maret 2008, Firdaus Syam, penulis buku “Berhentinya Soeharto - Fakta dan Kesaksian  Harmoko”, wawancara dengan Bung Harmoko di kediamannya, Jalan Taman Patra XII nomor 12 Kuningan, Jakarta. Tentang palu yang patah dan kepala palu terlempar ini menjadi bagian dari tanya jawab dalam wawancara itu.

“Begitu palu sidang saya ketukkan, seperti biasanya tidak terjadi apa-apa, namun kali ini yang terjadi lain. Palu itu ketika diketukkan, melesat bagian kepalanya patah, terlempar ke depan, di hadapan jajaran anggota MPR yang terhormat. Pada waktu itu persis di jajaran terdepan, duduk para anggota MPR itu, di antaranya Mbak Tutut dan Ginanjar

Kartasasmita........Palu itu kemudian diamankan oleh petugas Pengawal Keamanan Presiden.” Demikian kata Harmoko dalam wawancara itu.

Ilustrasi palu

Usai sidang paripurna MPR, Bung Harmoko mengantar Soeharto dan BJ Habibie (Wakil Presiden saat itu) ke lift untuk turun kelobi gedung MPR/DPR. Bung Harmoko menyampaikan maaf atas peristiwa palu patah itu. Pak Harto hanya mengatakan, “Mungkin palunya longgar”.

“Mulanya saya tidak percaya , tetapi selaku orang Jawa, berkultur Jawa, dan beragama Islam, ini benar-benar baru terjadi dalam sidang MPR, ada apa sebenarnya ?” Begitu kata Bung Harmoko dalam wawancara tersebut.

Bung Harmoko menyimpulkan peristiwa ini bukan kebetulan. Ada firasat, menurut mistikisme budaya Jawa. Hidup ini memang diiringi apa yang disebut “misteri” yang kadang-kadang hanya bisa dimasuki dengan apa yang disebut “roso”. (yoso)

Tags:
tepi-pluitPaluSoeharto Lengser

Administrator

Reporter

Guruh Nara Persada

Editor