Kopi Pagi

Melindungi Tak Harus Menutupi

Kamis 18 Mar 2021, 07:00 WIB

Oleh Harmoko

Terdapat dialog antara seorang kakek dengan cucu tercinta.

Cucu : Kek, apa boleh kita menutupi kesalahan seorang teman?

KakekTidak boleh cucuku. Kesalahan tidak boleh ditutup – tutupi.

Cucu Tapi kek, kalau tadi cucu kasih tahu kesalahannya, teman cucu bisa kena setrap di sekolah.

Kakek : Maksud kamu baik membela dan melindungi teman, tapi perbuatan kamu sejatinya merugikan teman kamu itu.

Cucu : Kok bisa kek!

Kakek pun menjelaskan. Begini cucuku. Dengan menyembunyikan kesalahan sama artinya mengajari orang lain berbohong, berlaku tidak jujur, tidak berani mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya. Itu yang pertama yang harus kamu ingat.

Yang  kedua, dengan menutupi kesalahan tak ubahnya membuka peluang kepada orang itu untuk membuat kesalahan berikutnya.

Sang cucu menyela : Maksud kakek?

Sambil tersenyum sang kakek menjelaskan. Karena kesalahan pertama yang diperbuatnya terlindungi, merasa ada yang menutupi, maka terangsang untuk membuat kesalahan lagi. Dia akan berpikir toh nanti bakal ada yang menutupi. Jika orang lain tidak juga menutupi, maka ia akan berusaha untuk menutupi dan terus menyembunyikan kesalahan demi kesalahan yang kelak diperbuatnya.

Kita tidak boleh membiarkan kesalahan terus disembunyikan. Lagi pula, kesalahan bukanlah “ aib” yang harus disembunyikan. Tanpa berani mengakui adanya kesalahan, dapat diduga, bahkan dipastikan, kesalahan yang sama akan berulang, atau kesalahan lain pun akan terjadi.

Karenanya yang diperlukan adalah bagaimana menyikapi atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Ada pitutur luhur mengajarkan "Orang bijak adalah orang yang menyadari kesalahannya, berani mengakuinya, mau memperbaikinya, dan mau belajar darinya."

Agama apa pun mengajarkan untuk selalu rendah hati dengan mengakui kesalahan dan meminta maaf atas kesalahan, kemudian memperbaikinya.

Dari ajaran tadi, setidaknya ada tiga poin penting dalam menyikapi kesalahan.

Pertama, ada pengakuan secara sadar atas kesalahan yang telah diperbuatnya.

Kedua, ada permintaan maaf sebagai bentuk pengakuan atas kesalahan yang telah terjadi.

Ketiga, ada upaya memperbaiki diri agar tidak mengulang kesalahan yang sama atau kesalahan yang lainnya.

Di era kini, ketiga poin tadi hendaknya semakin menjadi rujukan bagi kita semua dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Siapa pun dia, dituntut keberanian mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya.

Lebih terhormat mengakui kesalahan, kemudian memperbaikinya, ketimbang membiarkan kesalahan terus terjadi yang dapat berakibat buruk bagi kehidupan lingkungan sekitar kita. Lebih luas lagi bangsa dan negara.

Begitu pun bagi pejabat hendaknya terdapat keberanian mengakui kesalahan atas kebijakan yang telah digulirkan, jika ternyata kurang tepat sasaran.

Revisi atas kebijakan sebagai upaya memperbaiki kesalahan, cukup bijak, ketimbang membiarkan kebijakan salah arah yang dapat mendatangkan ketidakadilan.

Memperbaiki kesalahan demi mewujudkan kebenaran dan keadilan, sekecil apa pun jika dilakukan akan lebih baik, ketimbang sama sekali tidak melakukannya. Ini sejalan dengan amanat para leluhur agar kita senantiasa “membela kebenaran dan keadilan” sebagaimana tertuang secara jelas dan tegas dalam pedoman hidup bangsa kita. Lebih rinci pada butir ke-8 sila kedua Pancasila. (*).

Tags:
Kopi Pagimelindungi-tak-harus-menutupi

Reporter

Administrator

Editor