Oleh Harmoko
SALING mencerca, menghujat, dan menghakimi yang bersifat pribadi acap dipertontonkan di ruang publik belakangan ini. Kesantunan, kesopanan dan keramahtamahan seolah sudah tercerabut dari akar budaya bangsa. Yang mencuat kekerasan verbal di media sosial, dengan beragam bentuknya.
Mulai terkikisnya kesantunan tak hanya di dunia maya. Di alam nyata pun terindikasi mulai gersangnya budi pekerti dan moral yang ditandai dengan maraknya pelecehan seksual, tindak kejahatan yang dilakukan anak di bawah umur, tak jarang masih berstatus pelajar.
Sering kita saksikan juga tawuran yang tak jarang hingga merenggut jiwa, sifat anarkis yang kian kentara, cepart marah, emosi meluap -luap dan maunya menang sendiri.
Kita tentu prihatin atas situasi ini, lebih-lebih jika perilaku negatif semacam ini berkembang menjadi budaya baru karena dianggap dapat mengangkat jati diri, sebagai bentuk eksistensi diri.
Ini yang perlu dicegah dengan mencari solusi dari akar masalah yang sebenarnya, yakni soal etik dan moral.
Seseorang melakukan perbuatan tidak bermoral karena moralitasnya rendah. Seseorang bertindak tidak etis, karena kurang memiliki etika.
Sementara kita tahu moralitas yang rendah disebabkan banyak faktor, di antaranya pendidikan budi pekerti, susila dan moral di sekolah yang kurang efektif. Ke depan, pendidikan moral harus diselaraskan dengan kondisi zaman, disesuaikan dengan eranya.
Pendidikan moral semakin menjadi penting sebagai penyeimbang dengan semakin derasnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang membawa serta budaya asing, tetapi tak selamanya cocok dengan budaya kita.
Ini sejalan dengan tujuan pendidikan, yang tak sekadar membentuk anak didik yang cerdas dan memiliki keterampilan mumpuni, tetapi membentuk manusia yang bermoral dan berkepribadian luhur sesuai dengan karakter bangsa.
Pendidilam moral hendaknya dimulai sejak dini ( dari rumah), di sekolah formal ( SD hingga perguruan tinggi), dan lingkungan masyarakat.
Dulu kita mengenal mata pelajaran PMP ( Pendidikan Moral Pancasila) yang diajarkan sejak SD hingga bangku kuliah, yang belakangan dilebur dengan pendidikan kewarganegaraan dan seterusnya.
Tujuannya agar moralitas bangsa kita sebagaimana cerminan dari sikap dan perilaku yang senantiasa bersandarkan kepada dasar negara, nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945.