JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus meminta untuk menunda atau membatalkan pembahasan perubahan terhadap UU Kepemiluan meliputi Undang-Undang Pemilihan Presiden, Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Kepala Daerah. RUU yang merupakan hak inisiatif dari komisi 2 yang pada dewasa ini sedang dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi oleh Badan Legislatif DPR RI.
Anggota Baleg itu menyampaikan gagasan dan pendapatnya ini setelah menghadiri dan melakukan diskusi terbatas dengan tokoh, pemerhati dan elemen masyarakat dengan judul 'Mau Dibawa Kemana RUU Pemilu Dalam Kondisi Pandemi'.
"Banyak hal yang amat fundamental dijadikan alasan agar RUU Pemilu ini ditunda atau dibatalkan untuk dibahas. Setelah dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensif, terutama menyangkut kasus pandemi covid 19 yang makin mengganas," katanya, Minggu (24/1/2021).
Baca juga: Fraksi PAN Sepakat UU Pemilu Tak Diubah Tiap Lima Tahunan
Berdasarkan laporan dari Gugus Tugas terhadap perkembangan pandemi covid 19 yang makin parah terutama di kawasan pulau Jawa dan Bali. Sehingga pemerintah kembali memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat ).
"Kasus harian positif Covid-19 di Indonesia kembali mencetak rekor, tercatat sampai (21/1/2021) pasien terkonfirmasi sudah mencapai 951.651 dan pasien meninggal berjumlah 27.203. Sekaligus menempatkan Indonesia pada peringkat 3 negara dengan kasus positif tertinggi di Asia," katanya.
Melihat dan mengamati kondisi pandemi Covid-19 yang makin rawan dan parah tentu akan lebih baik energi kita ditumpahkan untuk bagaimana agar masyarakat terhindar dari wabah yang sudah hampir satu tahun melanda negara kita. "Jadi lebih baik fokus pada penanganan pandemi Covid-19 dan mengutamakan keselamatan masyarakat," tutur Guspardi.
Baca juga: Refleksi Akhir Tahun 2020, DKPP Terima 415 Aduan Penyelenggaraan Pemilu
Dengan pandemi yang makin meningkat, lanjutnya, artinya gerak ekonomi masyarakat juga dibatasi. Ada protokol ketat. Tak boleh berkerumun, harus jaga jarak dan rajin mencuci tangan. Kebijakan pembatasan pegawai swasta dan pemerintah 25% hadir fisik dan 75% bekerja dari rumah (WFH), bahkan jam operasional beberapa sektor usaha juga dibatasi.
"Imbasnya roda ekonomi melambat yang membuat kondisi perekonomian kian terpuruk. Bahkan bisa lebih parah daripada Krismon 1998 yang saat itu tak dilarang beraktivitas. Dengan semakin terpuruknya ekonomi, maka lebih relevan bila saat ini fokus nasional adalah mengatasi permasalahan ekonomi tersebut," katanya.
Legislator Dapil Sumbar 2 ini menilai, UU Pemilu, Pilkada dan Pilpres yang ada saat ini masih sangat relevan dijadikan dasar untuk melaksanakan pilpres, pileg dan pilkada kedepan. Apa lagi UU mengenai ketiga aturan tersebut, kan ada yang baru pertama kali dimanfaatkan.
Baca juga: Politisi Pan: Jangan Samakan JK dengan Mahathir soal Peluang Pencalonan Presiden
Padahal berbagai elemen masyarakat, termasuk parpol non parlemen, ingin bagaimana agar kita punya tradisi, tidak setiap berganti periodisasi DPR, berganti juga UU-nya. "Gonta-ganti UU kurang pas juga". Jika UU pemilu kerap gonta ganti dan direvisi disamping membuang energi juga menimbulkan kesan adanya kepentingan politik sesaat yang terselib terutama dari partai-partai besar yang berkuasa.
Di samping itu, mantan pimpinan dan anggota DPRD Sumbar 3 periode ini mengajak kita untuk menghargai kerja keras para anggota DPR periode yang lalu yang telah merumuskan dan menghasilkan ketiga UU kepemiluan yaitu UU 42 tahun 2008 tentang pilpres, UU 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Tentunya mereka berharap ketiga UU tersebut sesuai dengan komitmen, obsesi, harapan dan keinginannya (DPR red) bisa diberlakukan pada beberapa periode, setidaknya 3 sampai 4 kali penyelenggaran kepemiluan," ucapnya.
Baca juga: DPR: Trend Menurunnya Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Berjalan Sejak Tiga Tahun Terakhir
Untuk itu, paparnya, pihaknya menilai bahwa UU kepemiluan yang ada saat ini perlu dipertahankan sebagai landasan untuk penyelenggaraan pilpres, pileg dan pilkada ke depan. Karena ke tiga UU existing tersebut masih sangat relevan dijadikan sebagai dasar pelaksanaan kepemiluan kedepan. Apalagi saat ini masih dalam kondisi Covid-19, sangat dibatasi pertemuan secara fisik dan lebih banyak dalam bentuk virtual sehingga tidak efektif melakukan berbagai pembahasan Undang-Undang.
"Lebih elok rasanya saat ini kita memikirkan bagaimana mengatasi pandemi dan dampak ekonominya, hingga meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya kedisiplinan guna mencegah Covid-19, ketimbang kita merubah lagi UU Pemilu ini," tutup politisi PAN ini. (rizal/ys)