PAN Minta Revisi UU Pemilu Tidak Dilanjutkan

Rabu 03 Feb 2021, 11:45 WIB
Kotak suara Pemilu. (ist)

Kotak suara Pemilu. (ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus menyatakan pasal-pasal yang ada dalam draf Revisi Undang-Undang Pemilu masih bisa berubah dan draf RUU ini pun belum tentu akan dilanjutkan pembahasannya. Apalagi persoalan pelarangan pada Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang temaktub pada pasal 182 ayat 2 dalam Revisi UU Pemilu.

"Isu itu baru masuk (pelarangan HTI). Sebetulnya draf revisi Undang-Undang ini masih prematur, jadi masih bisa berubah. Masih mungkin ada poin yang ditambahkan atau dibuang setelah dibahas secara mendalam oleh pemerintah bersama fraksi - fraksi di DPR," ungkap Guspardi saat dihubungi, Rabu (3/2/2021) 

RUU itu tentu akan banyak berubah karena adanya masukan saran dan pandangan dari fraksi-fraksi di DPR, begitu juga dari pemerintah. "Untuk itu, soal pelarangan HTI, saya tidak terlalu memperhatikan siapa yang mengusulkan, karena draf RUU ini kan masih prematur biar kita perdebatkan nanti apakah klausul tersebut perlu dipertahankan atau bagaimana dan tentunya akan dicarikan solusi dan kesepakatan antar lintas fraksi di dpr bersama pemerintah," tutur legislator dapil Sumbar 2 ini. 

Baca juga: Fraksi PAN Minta RUU Pemilu Tidak Usah Dibahas

Politisi PAN itu juga mengungkapkan isu krusial lainnya yaitu tentang ambang batas parlemen dan juga presiden. Dalam draf RUU Pemilu ini, ambang batas parlemen dipatok sebesar 5% dan ambang batas presiden masih pada 20%.

Pandangan Fraksi PAN terhadap masalah ini adalah parliamentary treshold sama dengan periode lalu yaitu 4% dan presidential treshold adalah partai yang mempuyai wakil di DPR RI. Jadi artinya setiap partai politik yang ada wakilnya di DPR berhak mengusung calon presiden pada pilpres mendatang. 

Menurut Guspardi bila RUU ini nantinya tidak dibahas, dengan sendirinya apa yang ada dalam draf ini tidak bisa dijadikan dasar untuk melaksanakan "kepemiluan" yang akan datang. Jadi yang akan menjadi dasar pelaksanaan "kepemiluan" mendatang tentunya kembali kepada Undang-Undang yang sudah ada yaitu UU no 42 tentang pilpres, UU no 10 tahun 2016 tentang Pilkada dan UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pilleg. 

Baca juga: Ketua Amarta Soroti Pemilu Serentak 2024: Artinya Tak Ada Kandidat yang Bisa Melebihi Anies

Anggota Baleg ini menegaskan bahwa Fraksi PAN mengimbau kepada kawan-kawan fraksi yang ada di DPR untuk lebih fokus kepada penanganan pandemi Covid-19 yang makin mengkhawatirkan begitu juga perlu dilakukan terhadap perbaikan dan pembenahan terhadap ekonomi yang makin memprihatinkan bisa "rebound" kembali. Hal ini perlu dilakukan agar pandangan publik kepada DPR tidak hanya menyasar pada urusan politik semata. 

"Kalau seandainya terus dibahas bisa menimbulkan kesan yang kurang elok kepada anggota DPR, kenapa RUU kepemiluan di didorong-dorong dan dipaksakan untuk dibahas ujar mantan akademisi UIN Imam Bonjol Padang itu. 

Secara tegas dirinya pun telah menyuarakan dan meminta untuk dilakukan penundaan pembahasan Revisi UU "Kepemiluan" itu. "Ini saya lakukan setelah mendapat masukan dari pemerhati tokoh dan akademisi dalam diskusi terbatas yang saya hadiri. Pemerintah dan DPR harus fokus menangani pandemi," tuturnya. 

Berita Terkait
News Update