ADVERTISEMENT
Senin, 26 Oktober 2020 06:48 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Namun demikian, lanjut Abdul Mu'ti, bahwa Presiden tetap membuka diri terhadap masukan dari berbagai pihak, termasuk kemungkinan merevisi materi UU Cipta Kerja yang bermasalah.
Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menemui Presiden Jokowi di Istana Bogor pada Jumat 16 Oktober 2020 lalu. MUI menyampaikan permintaan langsung kepada Presiden Jokowi untuk “mencabut” UU Cipta Kerja dengan Perppu. Namun, permintaan MUI tersebut ditolak oleh Presiden Jokowi.
MUI pada kesempatan itu lewat KH Muhyidin Junaidi menyampaikan 7 poin pernyataan. Pada poin ketiga MUI meminta agar ada upaya pemerintah untuk mengeluarkan Perppu.
Merespon permintaan MUI, kata Kiai Muhyidin, Jokowi tak akan menerbitkan Perppu.
“Tanggapan presiden antara lain adalah mengupayakan semaksimal mungkin di pembuatan PP. Presiden tak berkenan untuk membuat Perppu karena Omnibya Law inisiatif Pemerintah. Judicial Review atau revisi UU dianggap bagian dari solusi mengatasi kegaduhan,” tandasnya.
Padahal dulu, Jokowi memberikan makna demokrasi adalah mendengar suara rakyat dan melaksanakan. "Demokrasi menurut kami adalah mendengar suara rakyat dan melaksanakannya," kata Jokowi saat kampanye Pilpres 2014.
Ya, rakyat Indonesia memang banyak 240 juta. Tapi oranag-orang hebat, ormas Islam semua sudah bersuara, mahasiswa sudah demo menuntut, buruh di se antero negeri sudah bergolak menolak UU Cipta Kerja, jadi pertanyaannya, rakyat yang mana yang didengarkan suaranya dan dilaksanakan aspirasi? Ya memang kita tahu, pemilih Jokowi besar, dia juga perangkat birokrai dan inteliden, maka Jokowi sendiri yang paling tahu yang dia dengar soal UU Cipta Kerja. (win)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT