JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menjatuhkan vonis 20 tahun penjara kepada Muhammad Haryono, terdakwa kasus produksi 13,8 juta butir pil narkotika jenis PCC dan Excimer.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta Haryono dihukum bui seumur hidup.
Majelis Hakim PN Jakarta Timur yang diketuai Bambang Joko juga menjatuhkan denda Rp 2 miliar kepada Haryono dengan subsider enam bulan kurungan.
“Terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 112 ayat (2) jo. 132 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,” kata JPU Fahmi Iskandar, Selasa 18 Februari 2025.
Menanggapi putusan tersebut, JPU menyatakan tidak puas. “Kami banding,” tegas Fahmi pada Poskota.
Baca Juga: Buronan Kasus Narkotika Ditangkap Kejati DK Jakarta Usai Kabur Bertahun-tahun
Peran Haryono dalam Jaringan Narkotika
Kasus ini bermula saat Haryono menerima tawaran dari seorang buronan berinisial Sandy (DPO) untuk bekerja di bengkel service mesin dengan gaji Rp 15 juta per bulan.
Namun, bengkel tersebut ternyata dijadikan sebagai pabrik narkotika. Untuk keperluan produksi, rumah milik M Ridwan di Kampung Legok Ratih, Desa Tajur, Citeureup, Kabupaten Bogor disewa seharga Rp 13 juta per tahun.
Pada Desember 2023, Sandy bersama rekan-rekannya yang juga berstatus buron, yakni Hartono, Opik, Brehong, dan Asep, mulai memproduksi pil PCC dan pil Heximer di lokasi tersebut.
Baca Juga: Kasus Narkotika Senilai Rp182 Miliar Terbongkar, 35 Orang Ditangkap termasuk Polisi
Sebagai bagian dari sindikat, Haryono ditugaskan untuk mengantar hasil produksi narkotika ke berbagai tempat.
Hingga akhirnya, ia ditangkap saat mengirim 18 koli pil PCC dan pil Heximer kepada seseorang di Jalan Raya Bekasi, Cakung Barat, Jakarta Timur.
Selain menangkap Haryono, polisi juga menemukan berkarung-karung narkotika siap edar serta alat produksi di rumah sewaan di Citeureup, Bogor.