JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Polres Metro Jakarta Timur mengungkap kasus pencabulan di salah satu pondok pesantren di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Dalam penanganan kasus itu, penyidik menahan dan menetapkan tersangka terhadap dua orang berinisial MCN, 26 tahun, selaku guru di ponpes tersebut dan CH, 47 tahun, sebagai guru sekaligus pemilik pondok pesantren.
"Jadi ada dua kasus di lokasi yang sama. Kasus pertama oleh MCN yang merupakan guru di ponpes yang sudah melakukan tindakan pencabulan sejak 2021-2024,” ungkap Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly, Selasa, 21 Januari 2025.
Baca Juga: Polisi Tetapkan Tersangka Pada Pimpinan Ponpes di Pondok Kelapa Gara-gara Pencabulan Pada Santrinya
Lilipaly menjelaskan, tersangka MCN melakukan tindak pidana pencabulan terhadap santrinya sejak 2021 sampai dengan 2024.
Selama kurang lebih empat tahun itu, yang bersangkutan telah melakukan pencabulan terhadap tiga anak muridnya sendiri.
Ketiga korban masing-masing berinisial ARD, 18 tahun, IAM, 17 tahun, dan YIA, 15 tahun.
Modus Pencabulan
Adapun terkait modus operandi kasus pertama, Lilipaly menjelaskan, tersangka mengajak korban masuk ke dalam kamar pribadi.
Di dalam kamar, tersangka meminta korban untuk memijat, tapi pada saat dipijat tersangka MCN terangsang.
Kemudian menyuruh korban tiduran dan tersangka langsung menindihnya dan berhubungan layaknya suami istri.
"Saat ini pelaku sudah dilakukan penahanan dan ditahan di rumah tahanan Polres Metro Jakarta Timur," kata Lilipaly.
Baca Juga: Oknum Guru Cabul di Lebak Nyaris Dimassa saat Ditangkap Polisi
Lilipaly menyebut pelaku mulai mengajar sebagai guru di Ponpes dengan insial AD sejak tahun 2021.
Menurutnya, ada korban lain yang hingga saat ini belum melaporkan kejadian yang mereka alami kepada pihak berwajib.
Hal itu karena ada relasi kuasa yang begitu kuat di pondok pesantren tersebut.
Sementara itu untuk kasus kedua dengan tersangka CH, diduga telah melakukan pencabulan terhadap santriwati sejak tahun 2019 sampai dengan 2024.
Tersangka CH melakukan aksi bejat di ruangan khusus pimpinan pondok pesantren dan di kediaman pribadi, karena memang yang bersangkutan merupakan pimpinan dan sekaligus guru di pondok pesantren tersebut.
"Korban sebanyak dua orang yang dilaporkan ke kami saat ini. Dua orang berinisial MFR dan RN," terang Lilipaly.
Yang lebih mengejutkan, kata Lilipaly, istri dan saudara tersangka sebenarnya sempat memergoki perbuatan bejat yang dilakukan tersangka kepada korban.
Bahkan mereka juga sudah mengingatkan agar tersangka tidak lagi melakukan perbuatannya biadabnya itu.
Namun tersangka tetap tidak bisa menjaga nafsu dan kembali mencabuli santriwatinya.
"Modus operandi dilakukan hampir mirip dengan kasus yang pertama, dimana awalnya para korbannya diajak ke kamar pribadinya ataupun ke rumah saat istrinya sedang mengajar di pondok pesantren atau rumahnya sepi," beber Lilipaly.
Selanjutnya korban disuruh pijat dan sekaligus melakukan rangkaian kegiatan untuk tersangka terangsang.
Dalam melakukan aksinya, tersangka memiliki alibi untuk memanipulasi korban agar mau mengikuti nafsu bejatnya
Baca Juga: Pencabulan Gadis Tunawicara di Bogor, Pengamat Sosial Soroti Pentingnya Komunikasi Orang Tua
Tersangka mengaku kepada korban bahwa jika nafsunya terpuaskan, penyakit yang ada dalam tubuhnya akan keluar, dan ia pun akan sembuh.
"Itu yang selalu disampaikan kepada korban untuk melakukan kegiatan sejenis onani, untuk mengeluarkan sperma daripada si tersangka itu sendiri," jelas Lilipaly.
Setelah melancarkan aksinya, kata Lilipaly, tersangka memberikan sejumlah uang juga kepada para korban dan mengancam agar mereka tidak bercerita kepada siapa pun.
Kemudian tersangka juga mengajak korban untuk ke Ancol atau tempat-tempat rekreasi untuk membuat korban tutup mulut.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, kedua tersangka MCN dan CH dijerat dengan pasal 76E juncto pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak. Keduanya diancam dengan hukuman 15 tahun penjara.