Dugaan Korupsi Timah, Harvey Moeis Cs Dituntut 6-14 Tahun Penjara

Senin 09 Des 2024, 23:57 WIB
Enam terdakwa dugaan kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022 seusai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada Senin, 9 Desember 2024. (Poskota/Ramot Sormin)

Enam terdakwa dugaan kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022 seusai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada Senin, 9 Desember 2024. (Poskota/Ramot Sormin)

POSKOTA.CO.ID - Terdakwa Harvey Moes dituntut 12 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.

Harvey dan lima terdakwa menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, 9 Desember 2024.

"Menyatakan Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 dan 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," kata penuntut umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung).

Selain dihukum pidana, suami Sandra Dewi ini dituntut membayar denda sebesar Rp1 miliar atau diganti dengan pidana kurugan selama satu tahun.

"Jika tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 1 tahun," kata penuntut umum.

Kemudian, Harvey Moeis dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar.

"Dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta benda milik terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti," ujar penuntut umum.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun, atau apabila terpidana membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari seluruh kewajiban membayar uang pengganti maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti," katanya menambahkan.

Pada kesempatan itu, penuntut umum menuntut Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) hukuman penjara selama selama 14 tahun, karena dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi tata niaga.

"Menyatakan Suparta terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ujarnya.

Selain dihukum pidana, Suparta dituntut membayar denda sebesar Rp1 miliar atau kurungan satu tahun penjara. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp4 triliun.

"Jika tidak dibayar setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda milik terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harga harta dan harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun," kata penuntut umum.

Begitu juga dengan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT dituntut selama 8 tahun penjara dengan denda Rp750 juta atau kurungan 6 bulan penjara.

Sementara itu, Suwito Gunawan alias Awi selaku pemilik PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Adapun uang pengganti dibebankan kepada Awi sebesar Rp2,2 triliun.

"Dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta benda milik terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun," terangnya. 

Kemudian, Direktur PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), Robert Indarto dituntut 14 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar. Penuntut umum menuntut Rober Indarto membayar uang pengganti sebesar Rp1,9 triliun.

"Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang. Jika tidak tidak mencukupi, maka diganti dengan penjara selama 8 tahun," kata penuntut umum. 

Untuk terdakwa Rosalina, General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020, dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Pada persidangan lainnya, terdakwa Tamron alias Aon dituntut selama 14 tahun penjara. Kemudian, terdakwa Kwan Yung alias Buyung dituntut 8 tahun penjara, terdakwa Hasan Tjhie selama 8 tahun penjara, dan terdakwa Achmad Albani selama 8 tahun penjara.

Dalam kasus dugaan korupsi tambang Timah ini, Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin mengadakan pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Alwin Albar, dan 27 pemilik smelter swasta untuk membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Alwin Albar atas biji timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smalter swasta tesebut karena biji timah yang diekspor oleh smalter swasta itu merupakan hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah tbk.

"Hal itu dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin," kata penuntut umum. 

Setelah itu, Harvey Moeis meminta CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Statindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa melakukan pembayaran pengamanan kepada terdakwa sebesar 500-750 dolar AS per ton yang seolah-olah dicatat sebagai Corporate Social Responsibility (CRS) yang dikelola Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin.

"Juga menginisiasi kerjasama sewa alat procesing untuk pengelogaman timah smalter swasta yang tidak memiliki competent person (CP) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Statindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa dengan PT Timah tbk," terang penuntut umum.

Terdakwa juga melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait sewa smelter swasta, sehingga menyepakati harga sewa smalter tanpa didahului studi kelayakan atau feasibilty study.

"Terdakwa menyepakati dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja (SPK) di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tbk dengan tujuan melegalkan pembelian biji timah oleh smalter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah tbk," ucapnya.

Selain itu, terdakwa Harvey Moeis disebut telah bekerja sama untuk menyewa peralatan processing penglogaman timah dengan PT Timah Tbk yang tidak tertuang dalam RKBP Timah tbk maupun RKP Smalter serta perusahaan afiliasinya.

Itu dilakukan dengan cara melakukan pembelian biji timah yang berasal dari penambangan ilegal dalam wilayah IUP PT Timah tbk yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan di dalam maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah tbk berupa kerugian ekologi, ekonomi, dan pemulihan lingkungan.

"Terdakwa bersama Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, emil emindra dan Alwin Akbar menyepakati harga sewa  peralatan processing pengelogaman sebesar 4.000 US Dollar per ton untuk PT Refined Bangka Tin (RBT) dan dan 3.700 US Dollar per ton untuk 4 Smalter yaitu PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Statindo Inti Perkasa, dan CV Venus Inti Perkasa tanpa kajian atau feasibilty study dengan kajian yang dibuat tanggal mundur," beber penuntut umum.

Harvey Moeis juga disebut menerima biaya pengamanan dari perusahaan 4 smalter, yaitu PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Statindo Inti Perkasa, dan CV Venus Inti Perkasa melalui Helena Lim.

"Memperkaya Harvey Moeis dan Helena Rp420 miliar, Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun," tegas penuntut umum.

Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.

Berita Terkait
News Update