POSKOTA.CO.ID – Parlemen Israel memilih untuk melarang UNRWA ada di Israel dalam waktu 90 hari. Anggota parlemen juga menyatakan badan bantuan PBB ini sebagai kelompok teroris, hingga melarang segala interaksi langsung dengan Israel.
Hal ini tentunya bertentangan dengan tekanan AS dan internasional untuk mempertahankan penyedia bantuan kemanusiaan terbesar bagi penduduk Palestina.
Dalam pemungutan suara pada Senin , Knesset melarang UNRWA beroperasi di Israel untuk melakukan aktivitas apa pun atau menyediakan layanan apa pun di dalam Israel.
Termasuk wilayah Yerusalem Timur, Gaza, dan Tepi Barat. Undang-undang yang tidak akan segera berlaku ini diperkirakan akan menyebabkan penutupan kantor pusat UNRWA di Yerusalem Timur.
Hal ini otomatis akan memblokir pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza melalui Rafah. Ini juga menghalangi Israel untuk mengeluarkan izin masuk dan bekerja bagi staf UNRWA asing.
Padahal, lebih dari 1,9 juta warga Palestina mengungsi dan Jalur Gaza menghadapi kekurangan makanan, air, dan obat-obatan yang meluas.
Mengetahui hal tersebut, Juliette Touma selaku juru bicara UNRWA mengungkapkan kemarahannya dalam pernyataan yang dilansir dari Guardian.
"Sangat keterlaluan bahwa negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa berupaya membubarkan badan PBB yang juga merupakan penanggap terbesar dalam operasi kemanusiaan di Gaza," katanya.
Dalam sebuah pernyataan, Philippe Lazzarini, Komisaris Jenderal UNRWA, menyebut pemungutan suara itu belum pernah terjadi sebelumnya dan mengatakan itu menciptakan preseden yang berbahaya.
"RUU ini hanya akan memperdalam penderitaan warga Palestina, terutama di Gaza di mana orang-orang telah mengalami lebih dari setahun neraka," ujarnya.
Perdana Menteri Inggrs, Keir Starmer mengatakan kekhawatirannya jika RUU tersebut disahkan. Dia menyebut, undang-undang ini berisiko membuat pekerjaan penting UNRWA menjadi mustahil.
“Membahayakan seluruh respons kemanusiaan internasional di Gaza dan penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan penting di Tepi Barat,” terangnya.
Dia menambahkan, situasi kemanusiaan di Gaza tidak dapat diterima. Kita perlu melihat gencatan senjata segera, pembebasan para sandera, dan peningkatan bantuan yang signifikan ke Gaza.
“Berdasarkan kewajiban internasionalnya, Israel harus memastikan bantuan yang cukup sampai ke warga sipil di Gaza," tandasnya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Matthew Miller, mengatakan mereka sangat khawatir tentang pemungutan suara itu dan mendesak Israel untuk menunda pelaksanaannya.
Sebab, hukum AS melarang mereka memberikan bantuan militer kepada negara-negara yang membatasi bantuan kemanusiaan AS, meskipun undang-undang tersebut jarang ditegakkan.
Alasan Undang-undang Larang UNRWA di Israel
Undang-undang yang disponsori anggota partai sayap kanan Yisrael Beiteinu dan Likud, menyusul tuduhan Israel bahwa anggota staf UNRWA di Gaza terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober.
Israel menanggapi serangan Hamas dengan operasi militer di Jalur Gaza yang telah memicu krisis kemanusiaan, yang menyebabkan kematian lebih dari 43.000 warga sipil.
“Pekerja Unrwa yang terlibat dalam kegiatan teroris terhadap Israel harus dimintai pertanggungjawaban,” kata perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
“Dalam 90 hari sebelum undang-undang ini berlaku – dan setelahnya – kami siap bekerja sama dengan mitra internasional kami untuk memastikan Israel terus memfasilitasi bantuan kemanusiaan bagi warga sipil di Gaza dengan cara yang tidak mengancam keamanan Israel,” tambahnya.
PBB meluncurkan penyelidikan atas klaim Israel dan memecat sembilan staf UNRWA sebagai akibatnya. Tuduhan itu juga menyebabkan AS dan UE menghentikan sementara pendanaan untuk badan tersebut.
United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) atau Lembaga Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat didirikan pada 1949.
Tujuannya untuk memberi bantuan kepada ratusan ribu pengungsi Palestina yang mengungsi setelah perang Arab-Israel 1948. Badan ini menyediakan layanan bagi jutaan warga Palestina di Israel dan negara-negara tetangga.
Banyak di antaranya yang masih tanpa kewarganegaraan dan tinggal di kamp-kamp pengungsi. UNRWA sendiri memiliki 13.000 staf di Jalur Gaza.
Kemudian, para menteri luar negeri Kanada, Australia, Prancis, Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan Inggris menyuarakan penentangan mereka terhadap undang-undang Israel itu.
Bahkan, mereka mengatakan bahwa undang-undang tersebut dapat mengakibatkan konsekuensi yang menghancurkan.
Dalam pernyataannya, para menteri menyatakan bahwa UNRWA memberikan bantuan kemanusiaan yang penting dan menyelamatkan nyawa serta layanan dasar bagi para pengungsi Palestina di Gaza, Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan di seluruh wilayah.
Tanpa kerja UNRWA, kata mereka, penyediaan bantuan dan layanan termasuk pendidikan, perawatan kesehatan, dan distribusi bahan bakar di Gaza dan Tepi Barat akan sangat terhambat jika tidak mustahil.
Tentunya dengan konsekuensi yang menghancurkan pada situasi kemanusiaan yang sudah kritis dan memburuk dengan cepat, khususnya di Gaza utara.
"Sangat penting bagi UNRWA dan organisasi serta badan PBB lainnya untuk sepenuhnya mampu memberikan bantuan kemanusiaan dan bantuan mereka kepada mereka yang paling membutuhkannya, memenuhi mandat mereka secara efektif," lanjut pernyataan itu.
Dalam pernyataan yang sama, para menteri luar negeri, yang mencakup beberapa sekutu terdekat Israel, mengutuk serangan 7 Oktober.
Mereka mengatakan bahwa UNRWA telah mengambil langkah-langkah untuk menanggapi tuduhan mengenai dukungan karyawan perorangan terhadap organisasi teroris.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.