Suasana persidangan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kemayoran, Jakarta, Kamis, 3 September 2024. (Poskota/R. Sormin)

Nasional

Kasus Tambang Ilegal, PT Timah Rugi Rp600 miliar Dipicu Kerja Sama Smelter

Kamis 03 Okt 2024, 16:05 WIB

POSKOTA.CO.ID - Saksi Abdulllah Umar Baswedan, mantan Divisi Keuangan PT Timah 2017-2019, menyampaikan PT Timah pernah mengalami kerugian hingga ratusan miliar rupiah. Ini disampaikan dalam sidang kasus tambang ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah.

"Di 2018 untung, 2019 rugi. Begitu juga di tahun 2020, rugi," terang Abdullah Umar Baswedan, saksi yang dihadirkan penuntut umum atas kasus terdakwa Tamron alias Aon, owner CV Inti Perkasa dan CV Menara Cipta Mulia serta Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis, 3 September 2024.

Bahkan kerugian yang terbesar dialami PT Timah, pada 2019. "Sekitar Rp 600 miliar-an," ujar saksi.

Kerugian yang dialami PT Timah Tbk disebabkan oleh biaya keluar lebih besar dari harga jual logam. "Secara umum kira-kira biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar dari harga jual logam," kata Abdullah.

Namun Abdullah tidak merinci untuk pos apa saja biaya yang paling besar dikeluarkan yang membuat PT Timah rugi. "Apakah termasuk salah satu kerjasama smelter atau pembayaran biji timah terhadap SHP-SHP (sisa hasil produksi-red)," tanya jaksa.

"Bisa jadi komponen itu," jawab saksi.

Jadi, lanjut saksi, biaya biji, biaya semua yang dikeluarkan oleh PT Timah itu, kalau dihitung total jauh lebih besar dari penerimaan, karena harga logam yang turun.

"Karena pada saat itu memang harga logam trennya agak turun. Produksi naik kemudian menumpuk, sementara penjualan harganya juga turun," terang saksi.

Menurut saksi, produksi PT Timah tertinggi berada di tahun 2019 atau rekor. "Tapi ruginya juga rekor," terang saksi.

Hal itu, kata saksi disebabkan harga logam dunia turun. "Jadi pada saat produksi naik atau tinggi, berarti tidak dikontrol biayanya. Kemudian pada saat dijual harga logamnya turun," jelasnya 

"Apa kontribusi faktor lainnya selain faktor harga yang membuat PT Timah rugi saat itu," tanya majelis hakim.

Dan dijawab saksi, "Kontribusinya, jadi produksi naik kemudian di situ juga dikontribusi oleh kenaikan utang yang mulia".

"Kenapa utang, karena pada saat produksi, kan di rencana produksi katakanlah mungkin 30.000. Ternyata produksinya naik sampai 2 kali lipat. Jadi untuk proses pembayaran butuh biaya tambahan yaitu biaya operasional," ungkap saksi.

Lalu, tambah saksi, biaya operasional jika tidak dipenuhi dari kas internal berarti pihaknya harus tarik fasilitas bank.

"Karena PT Timah dapat fasilitas untuk hutang jangka pendek untuk operasional.

"Berarti ada pembiayaan diperoleh dari bank," tanya majelis hakim dan dijawab, "Ya".

Saksi juga membeberkan bahwa tiap tahun PT Timah dapat fasilitas dari bank. "Hanya di tahun 2019?" tanya majelis hakim, dan dijawab saksi, "Setiap tahun ada sebetulnya yang mulia, cuma pada saat itu naik yang mulia".

"Begitu kita menarik uang dari bank, begitu ada penjualan kita lunasi," pungkasnya.

Sebelumnya, penuntut umum dari Kejaksaan Agung mendakwa para terdakwa karena mengakomodir kegiatan penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015–2022 yang merugikan negara senilai Rp 300 triliun.

Atas perbuatannya, Aon cs didakwa melanggar dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Mereka juga didakwa melanggar Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.

Tags:
kasus pt timahkasus korupsiPengadilan Tipikorpt timahkerugian pt timah

Ramot Sormin

Reporter

Umar Mukhtar

Editor