JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sosok Jessica Kumala Wongso, yang sempat mengguncang publik Indonesia beberapa tahun lalu, hari ini bebas bersyarat dari penjara setelah menjalani masa hukuman atas dakwaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) mengumumkan bahwa Jessica Kumala Wongso, yang sebelumnya dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, resmi mendapatkan status bebas bersyarat mulai Minggu, 18 Agustus 2024.
Kepala Kelompok Kerja Humas Ditjen PAS, Deddy Eduar Eka Saputra, menyatakan bahwa pembebasan bersyarat Jessica Kumala Wongso telah diresmikan melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI dengan Nomor: PAS-1703.PK.05.09 Tahun 2024.
“Warga binaan atas nama Jessica Kumala Wongso mendapatkan PB (pembebasan bersyarat) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Nomor: PAS-1703.PK.05.09 Tahun 2024,” ucap Kepala Kelompok Kerja Humas Ditjen PAS Deddy Eduar Eka Saputra, dikutip dari ANTARA, Minggu, 18 Agustus 2024.
Proses pemberian hak pembebasan bersyarat kepada Jessica dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menkumham RI Nomor 7 Tahun 2022.
Peraturan ini merupakan revisi kedua atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 yang mengatur tentang syarat dan prosedur pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, serta cuti bersyarat.
Sebagai bagian dari status pembebasan bersyaratnya, Jessica masih diharuskan untuk memenuhi kewajiban tertentu, termasuk kewajiban untuk melapor secara rutin dan mengikuti proses pembimbingan yang akan berlangsung hingga tahun 2032.
“Selama menjalani PB (pembebasan bersyarat), yang bersangkutan wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Timur-Utara dan akan menjalani pembimbingan hingga 27-3-2032,” jelas Eduar.
Eduar mengatakan Jessica mulai ditahan sejak tanggal 30 Juni 2016 usai terjerat perkara pembunuhan Pasal 340 KUHP. Ia dijatuhi pidana penjara selama 20 tahun berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 498 K/PID/2017 tanggal 21 Juni 2017.
Awal Mula Pembunuhan Kopi Siandia
Kasus yang dikenal sebagai Pembunuhan Kopi Sianida ini, mencuri perhatian karena berbagai aspek yang melingkupinya dari motif yang dipertanyakan, metode pembunuhan yang tidak biasa, hingga proses peradilan yang panjang dan kontroversial.
Bahkan, kasus ini juga dibuat dalam sebuah film dokumenter yang telah ditanyangkan di Netflix.
Kejadian tragis yang menimpa Wayan Mirna Salihin terjadi pada 6 Januari 2016, di salah satu kafe ternama di Jakarta.
Saat itu, Mirna bersama dua rekannya, Jessica Wongso dan Hani Juwita Boon, sedang menikmati kopi di kafe tersebut.
Tak lama setelah menyesap kopi Vietnam yang dipesankan oleh Jessica, Mirna mendadak kejang-kejang dan akhirnya meninggal dunia.
Hasil otopsi menunjukkan adanya jejak sianida dalam kopi yang diminum Mirna, yang langsung mengarahkan kecurigaan kepada Jessica sebagai pelaku utama.
Sosok Jessica Wongso
Jessica Wongso saat itu baru kembali dari Australia, di mana ia bekerja dan menempuh pendidikan disana.
Hubungan Jessica dengan Mirna sendiri terbilang dekat, mengingat mereka berdua merupakan teman kuliah di Australia.
Namun, ada spekulasi yang berkembang bahwa hubungan mereka sempat memanas akibat ketidakcocokan pribadi.
Hal inilah yang kemudian menjadi latar belakang motif pembunuhan menurut jaksa penuntut.
Pengadilan yang berlangsung selama beberapa bulan menampilkan berbagai saksi dan bukti yang menimbulkan perdebatan.
Jaksa penuntut mendakwa Jessica atas tuduhan pembunuhan berencana dengan menggunakan racun sianida yang dicampurkan ke dalam kopi Mirna.
Sementara itu, pihak pembela Jessica bersikukuh bahwa tidak ada bukti kuat yang mengaitkan Jessica dengan tindakan tersebut, termasuk tidak adanya jejak sianida pada barang-barang milik Jessica maupun sidik jari yang mengarah padanya.
Kontroversi dan Sorotan Media
Kasus ini bukan hanya menjadi perhatian publik Indonesia, namun juga internasional.
Media terus memberitakan setiap perkembangan pengadilan, termasuk kontroversi tentang bagaimana bukti diperlakukan dan bagaimana Jessica diperlakukan selama proses hukum.
Banyak pihak menganggap bahwa kasus ini menjadi sorotan karena faktor-faktor seperti gender, status sosial, dan tekanan media yang besar, yang mungkin mempengaruhi proses peradilan.
Pada akhirnya, Jessica Wongso divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara 20 tahun pada tahun 2016. Vonis ini menimbulkan reaksi yang beragam di masyarakat.
Ada yang merasa bahwa hukuman tersebut sudah pantas, sementara yang lain berpendapat bahwa Jessica dijadikan kambing hitam dalam kasus ini.
Selama di penjara, Jessica menjalani kehidupan yang relatif tertutup dari media, dengan hanya sedikit informasi yang keluar tentang kesehariannya di balik jeruji.
Sejak divonis, Jessica dan tim hukumnya terus berusaha untuk membuktikan ketidakbersalahannya melalui berbagai upaya banding.
Namun, hingga hari kebebasannya, Jessica tetap dinyatakan bersalah.
Proses hukum yang panjang ini juga menunjukkan betapa kompleksnya sistem peradilan di Indonesia, terutama dalam menangani kasus-kasus yang penuh sorotan seperti ini.
Hari ini, akan menghirup udara bebas hari ini. Dia mendapat bebas bersyarat dari lapas Pondok Bambu.
Kebebasannya ini terjadi lebih cepat karena perhitungan remisi yang diberikan kepadanya selama menjalani masa tahanan.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.