Kopi Pagi

Kopi Pagi Harmoko: Menyelaraskan Marwah Demokrasi

Senin 27 Mei 2024, 05:49 WIB

“Kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kekuasaan, bahkan diidealkan diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat..”

-Harmoko-
 
INDONESIA dikenal sebagai negara demokrasi terbesar di dunia. Menduduki peringkat ketiga setelah India dan Amerika Serikat, namun, indeks demokrasi tergolong rendah, bahkan cenderung merosot. Itulah sebabnya, atraksi demokrasi perlu diselaraskan kembali untuk menjaga marwah demokrasi itu sendiri.

Economist Intelligence Unit (EIU) merilis Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2023 sebesar 5,53, turun dari tahun 2022 yang sebesar 6,71. Dengan skor tersebut,Indonesia masuk dalam kelompok flawed democracy alias demokrasi cacat.

Lantas bagaimana dengan tahun depan? Jawabnya cukup beragam. Sejumlah pengamat memprediksi skor akan merosot lagi, ini jika dikaitkan dengan penyelenggaraan pesta demokrasi, utamanya pilpres yang diwarnai gugatan adanya kecurangan.

Meski seluruh gugatan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyidangkan sengketa hasil pemilu - pilpres 2024, tidak berarti menghapus secara keseluruhan image buruk yang terlanjur sudah terbentuk.

Salah satu upaya memperbaiki indeks demokrasi dengan mengembalikan marwah demokrasi ke tempat yang lebih tinggi. Menyelaraskan marwah demokrasi sebagai sebuah tuntutan era kini dan ke depan, melalui atraksi politik yang dilakukan para elite politik dan pemerintahan. 

Melalui kebijakan yang digulirkan oleh pemegang kekuasaan eksekutif untuk mewujudkan demokrasi kemakmuran dan kesejahteraan serta demokrasi berkeadilan.

Mengingat indikator indeks demokrasi tidak hanya mengenai proses penyelenggaraan pemilu.Terdapat indikator lainnya seperti fungsi pemerintahan, partisipasi politik, kebebasan sipil dan budaya politik.

Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang terbuka dan akuntabel, merupakan wujud penerapan nilai-nilai demokrasi pada lembaga pemerintah. Ditambah lagi, adanya komitmen pemerintah menghapus pasal-pasal karet yang berpotensi mengancam hak – hak sipil, seperti kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Kualitas demokrasi juga akan tercermin dari penyelenggaraan pemilu ( pilpres, pileg dan pilkada) jurdil dan berintegritas. Jadi bukan sebatas menyasar kuantitas dan kualitas pemilih, tetapi mewajibkan adanya pemilih kritis, tidak ada jual beli suara. Tidak ada pula diskriminasi terhadap pemilih.

Menyongsong gelaran pilkada 27 November 2024, kita berharap kualitas demokrasi seperti ini dapat terwujud. Ini menjadi tantangan bagi kita semua, utamanya para elite politik dan pemerintahan yang baru.

Dengan kualitas demokrasi yang demikian, diharapkan akan terpilih pemimpin, kepala daerah yang  peka dan dekat dengan rakyat. Pemimpin yang mampu mendekatkan pemerintahan (daerah) dengan kepentingan rakyat serta adanya peningkatan akuntabilitas dan kualitas pelayanan publik dalam segala sektor kehidupan. Kita sebut, pejabat yang peduli rakyat, bukan peduli kerabat.

Maknanya segala sesuatu, program dan kebijakan yang digulirkan semata demi kepentingan rakyat. Tentu, setelah merespons suara dan kehendak rakyat sebagai bentuk kedaulatan rakyat. Jangan berteriak kencang menjaga marwah demokrasi, tetapi dalam melaksanakan kebijakan, mengambil keputusan tidak pernah melibatkan rakyat. Jika itu yang dilakukan, demokrasi hanya menjadi alat penguasa atau elite untuk mencapai tujuan tertentu, meraih kekuasaan. Demi ego politiknya, kelompoknya, meski mengorbankan kepentingan banyak orang.

Disebut demokrasi, jika melibatkan rakyat. Demokrasi tanpa melibatkan rakyat, tidak layak disebut demokrasi. Jika dipaksakan, sebut sajademokrasi tanpa demos, demokrasi yang tidak melibatkan rakyat. Kita tentu tak berharap demikian. Marwah demokrasi, yaitu kembali ke rakyat seperti inilah yang perlu diselaraskan, ditempatkan kembali pada posisinya sebagai pedoman dasar dalam berdemokrasi.

Ini selaras juga dengan sistem demokrasi, khususnya Demokrasi Pancasila, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat. Mari kita selaraskan marwah demokrasi sebagaimana mestinya, bukan sebagaimana kehendak penguasa demi marwahnya. (Azisoko)


 

Tags:
Kopi Pagiharmokodemokrasipancasila

Administrator

Reporter

Aminudin AS

Editor