Kopi Pagi

Kopi Pagi Harmoko: Menelisik Calon Independen

Senin 06 Mei 2024, 05:41 WIB

“Belajar dari sejarah perjuangan, para pendiri negeri dan pemimpin bangsa mendapat unconditional trust – kepercayaan dari rakyat tanpa syarat karena memiliki integritas yang tinggi..”
-Harmoko-

 
MESIN politik mulai dipanaskan untuk menuju pemilihan kepala daerah yang hendak digelar serentak pada 27 November 2024. Sejumlah kandidat mulai mendeklarasikan diri akan maju dalam kompetisi. 

Sebagian lainnya, telah mendaftarkan diri, setidaknya kepada parpol pendukungnya sebagai calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah.

Sejalan dengan itu, mulai 5 Mei 2024, mulai dibuka pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan alias pendaftaran calon kepala daerah independen.

Kita tahu, calon independen adalah calon kepala daerah yang mengikuti kontestasi pilkada tanpa menggunakan partai politik (parpol) sebagai mediumnya.

Syaratnya, harus menunjukkan syarat dukungan dari jumlah penduduk yang memiliki hak pilih atau tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Jumlah dukungan bervariasi, mulai dari 6,5 % hingga 10 % dari total DPT di daerah yang menggelar pilkada, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Misalnya di provinsi dengan jumlah penduduk di DPT lebih dari 12 juta jiwa, pasangan cagub-cawagub memerlukan dukungan minimal 6,5 persen dari 12 juta. Jumlah DPT hingga 2 juta jiwa, minimal dukungan 10 % dari 2 juta, yakni 200 ribu.

Penduduk yang memberikan dukungan harus tersebar di lebih dari 50 % jumlah kabupaten/kota.Bagi kabupaten/kota yang memiliki DPT lebih 1 juta jiwa, wajib memiliki dukungan paling sedikit 6,5 persen dari 1 juta.Penduduk yang memberikan dukungan juga harus tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kecamatan di
kabupaten/kota dimaksud.

Jika dukungan tersebut diperoleh secara riil dan murni, yang di dasari atas ketulusan dan keikhlasan, dapat dapat dikatakan, setidaknya pasangan calon independen dimaksud telah mengantongi 6,5 persen suara pemilih.

Dukungan kian besar, hingga berpeluang memenangkan pilkada, kalau calon independen tersebut betul-betul menjadi kandidat alternatif dari semua calon yang ada, termasuk yang diusung oleh koalisi parpol.

Tampil sebagai calon alternatif, jika lebih berkemampuan, berkualitas, dan peduli rakyat, ketimbang calon yang ada. Dan, sudah teruji melalui bakti yang diberikan kepada warga masyarakat di daerahnya selama ini. Bukan sebatas slogan dan pernyataan belaka.

Maknanya calon independen ini sudah memiliki modal sosial sebelum maju pilkada, bukan berjanji akan memberikan sesuatu, akan membuat kebijakan tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kampanye pilkada yang bakal digelar.

Modal sosial menjadi poin penting, lebih – lebih  jika calon independen memiliki keterbatasan modal ekonomi, ditambah lagi tidak memiliki mesin politik sebagaimana calon yang didukung parpol.

Modal sosial, selain adanya kepedulian sosial, juga ketokohan sosial, bisa berasal dari pemuka agama, tokoh kharismatik yang memiliki pengaruh di masyarakat. Melengkapi modal sosial, jika sang tokoh memiliki kualitas kepemimpinan yang kuat serta berintegritas tinggi.

Sosok calon alternatif seperti inilah yang diharapkan dapat mengubah struktur politik di negeri kita, utamanya menekan biaya tinggi dalam hajatan pilkada.

Survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kemendagri menyebutkan biaya yang dibutuhkan untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota sekitar Rp20 -30 miliar.

Tingginya biaya politik inilah yang mengakibatkan proses politik menjadi transaksi bisnis.Dampaknya, tak sedikit kepala daerah yang terjerat korupsi sebagai jalan pintas mengembalikan modal politik menuju pilkada.

Data KPK menyebutkan sebanyak 176 pejabat daerah terjerat kasus korupsi, dengan rincian, 22 gubernur dan 154 wali kota/bupati dan wakil yang juga berurusan dengan KPK.

Menjadi pertanyaan, apakah dengan tampilnya calon independen akan menutup politik transaksional? Jawabnya dipersepsikan dapat mencegah, setidaknya mengurangi, jika calon alternatif tersebut adalah cerminan aspirasi publik.Dukungan yang diberikan murni kehendak publik.

Sebagai gambaran, pada pilkada tahun 2020 terdapat 68 pasangan dari jalur independen, yang memenangkan kontestasi hanya enam pasangan atau 8,8 %. Calon independen yang memenangkan kompetisi pilkada inilah yang perlu membuktikan diri, tak hanya mengukir prestasi, juga menunjukkan sebagai pemimpin yang amanah, terpercaya dan memiliki integritas.

Belajar dari sejarah perjuangan, para pendiri negeri dan pemimpin bangsa mendapat unconditional trust--kepercayaan dari rakyat tanpa syarat karena memiliki integritas yang tinggi, kata Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Mari kita ikuti jejak para para pemimpin bangsa, jadilah pemimpin yang terpercaya karena senantiasa menjunjung tinggi integritas, tak hanya sebatas di atas kertas. Semoga. (Azisoko)

Tags:
Kopi PagiKopi pagi HarmokoPolitikPilkadaKPK

Administrator

Reporter

Aminudin AS

Editor