“Menyelaraskan berarti pula mampu menempatkan diri, kapan harus berbicara, mengkritik, menyampaikan aspirasi, apa yang pantas diaspirasikan dan kepada siapa disampaikan agar tidak salah arah dan sasaran..”
-Harmoko-
Di era sekarang ini, tindakan yang mementingkan diri sendiri dan masing-masing kelompoknya harus dihilangkan, diganti dengan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan, bersinergi membangun negeri menuju tata kehidupan baru.
Seluruh elemen bangsa, utamanya para elite, hendaknya meningkatkan kekuatan dan semangatnya menyatukan perbedaan, memantapkan kolaborasi di masa transisi antara pemerintahan yang lama dengan yang baru, antara pusat dan daerah, negara, dan rakyat untuk menyongsong tatanan baru yang lebih baik lagi.
Kian dibutuhkan solidaritas sosial yang tinggi, sebuah perasaan saling percaya, bukan menyimpan rasa saling curiga antaranggota kelompok, komunitas apa pun namanya, meski beda sikap politik, pilihan, dan dukungan.
Perbedaan pandangan dalam mencermati persoalan bangsa memang tidak terhindarkan, tetapi hendaknya melebur jika sudah menyangkut kepentingan bangsa dan negara.
Beda cara dan pola memajukan negeri, menyejahterakan dan memakmurkan rakyat, dapat dipahami. Begitupun beda dalam upaya yang ditempuh untuk mewujudkan keadilan sosial sebagaimana tujuan negeri didirikan tidak dapat dipungkiri.
Namun tujuan yang hendak dicapai adalah sama, masyarakat adil makmur dan makmur yang berkeadilan.
Itulah perlunya masing-masing mengedepankan toleransi, saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Kita meyakini, sikap toleransi, tolong menolong, saling berbagi sejatinya tidak sulit diterapkan, jika ada kemauan karena telah menyatu dalam jati diri setiap anak negeri sebagaimana telah tertera dalam butir-butir sila kedua falsafah bangsa, Pancasila.
Nilai-nilai kemanusiaan (human values) dalam kehidupan bermasyarakat, lebih luas lagi, berbangsa dan bernegara perlu di-update dan direalisasikan karena semakin menjadi relevan untuk situasi saat ini di era transisi.