Kopi Pagi

Kopi Pagi Harmoko: Ambang Batas Parlemen dan Presiden

Senin 04 Mar 2024, 06:19 WIB

"..parpol berkewajiban menjaring calon pemimpin bangsa yang terpercaya. Pemimpin yang mampu memberikan nafas kehidupan kepada seluruh rakyatnya,"

-Harmoko-
 
Syarat ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas presiden (presidential threshold) masih menjadi kontroversi. Berapa persentase proporsional ambang batas masih menjadikan kajian, dari pemilu ke pemilu.

Sebelum pemilu 2024, tepatnya tiga tahun lalu (2021), angka ambang batas pun menjadi kajian berbagai pihak, utamanya pemerintah dan DPR yang berwenang membentuk atau merevisi undang-undang tentang pemilu.

Sejumlah parpol melalui kadernya yang duduk di DPR, saat itu berpendapat sebaiknya angka ambang batas parlemen dinaikkan, ada yang mengusulkan 7%, 6%, dan 5% untuk tingkat pusat (DPR RI). Sementara lebih rendah masing-masing 1% untuk DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Hasil final, tetap 4% seperti pemilu tahun 2019. Itulah yang diberlakukan pada pemilu 2024 kali ini.

Lantas bagaimana dengan pemilu 2029? Jawabnya, meski masih jauh, karena pemilu 2024 saja belum berakhir, tetapi dapat diduga akan berubah pula. Apalagi setelah Mahkamah Konstitusi (MK), pada Kamis (29/2/2024) telah memutuskan agar pemerintah dan DPR mengubah angka ambang batas parlemen.

Mengubah ini, dapat ditafsirkan untuk menurunkan angka ambang batas parlemen. Ini, jika merujuk kepada keputusan MK tersebut setelah mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Agustus 2023, yang meminta MK menganulir ambang batas parlemen sebesar 4% seperti tertuang pada pasal 414 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Soal berapa angkanya, bagaimana rumusannya, diserahkan kepada pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang. Jika demikian halnya, kembali kepada kehendak pemerintah dan DPR hasil pemilu 2024.

Akankah ambang batas parlemen diturunkan, atau malah dinaikkan seperti pernah diwacanakan beberapa tahun lalu.
Apakah parpol yang dulu pernah mengusulkan agar angka syarat ambang batas dinaikkan angkanya, akan berubah atau tetap mempertahankan sikap politiknya, kita lihat nanti.

Kehendak tingginya syarat ambang batas parlemen, cukup beralasan untuk lebih menyederhanakan sistem multi partai. Mengingat dalam sistem pemerintahan presidensial memerlukan dukungan multi partai sederhana guna membantu proses efektivitas pemerintahan. Semakin banyak parpol di parlemen, dapat diduga, fragmentasi politik kian menajam.

Selain itu, sejalan dengan meningkatkan angka ambang batas, proses seleksi parpol dalam menempatkan kadernya di DPR mestinya semakin ditingkatkan.

Melalui proses yang betul-betul ketat dan selektif, menjadikan yang ikut pemilu pun benar-benar eligible.

Di sisi lain, kehendak tanpa adanya ambang batas atau menurunkan angka ambang batas dengan maksud menampung aspirasi rakyat yang telah memberikan suaranya, agar hak suara yang telah disalurkan tidak hilang, wajib pula diapresiasi sebagaimana keputusan MK.

Ini soal ambang batas parlemen, lantas bagaimana dengan ambang batas presiden alias presidential threshold? Jawabnya kembali berpulang kepada kehendak pemerintah dan DPR hasil pemilu 2024 sebagai pembentuk undang-undang, termasuk UU tentang pemilu.

Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan ambang batas presiden adalah minimal memperoleh 20%  kursi di DPR atau 25% perolehan suara sah nasional. Syarat ini yang diberlakukan pada pemilu 2024.

Jika ketentuan ini masih diberlakukan, dapat diprediksi tak satu pun parpol hasil pileg 2024 yang dapat mengajukan sendiri paslon presiden dan wapresnya. Ini, jika merujuk kepada quick count sejumlah lembaga survei, di mana belum ada parpol yang memperoleh suara nasional melebihi 20%.

Akankah presidential threshold akan ikut diturunkan menjadi, misalnya menjadi 10% atau diselaraskan dengan parliamentary threshold?

Jika diselaraskan berarti setiap parpol yang lolos ke Senayan mempunyai hak mengajukan pasangan capres-cawapres. Boleh jadi mencuat pemikiran baru, membuka kemungkinan tampilnya calon independen dalam pilpres.

Melalui kolom ini (9 Desember 2021), pernah saya sampaikan bahwa kehendak banyak calon ini dapat dipahami jika dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak lebih luas lagi dalam kontestasi. Membuka peluang lebih banyak lagi tampilnya pasangan calon yang kredibel dari beragam latar belakang dan profesi.

Dengan begitu, masyarakat lebih memiliki banyak alternatif memilih pasangan calon pemimpin yang sesuai hati nuraninya. Calon pemimpin yang dapat memajukan bangsa dan negara mewujudkan kesejahteraan umum, kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial sebagaimana cita-cita negeri ini sejak didirikan.

Di sisi lain, parpol berkewajiban menjaring calon pemimpin bangsa yang terpercaya. Pemimpin yang mampu memberikan nafas kehidupan kepada seluruh rakyatnya, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom Kopi Pagi di media ini. (Azisoko)

Tags:
Kopi pagi Harmokoambang batasParlemenPresidenpartai

Administrator

Reporter

Firman Wijaksana

Editor