Kopi Pagi

Kopi Pagi Harmoko: Legowo

Kamis 15 Feb 2024, 06:55 WIB

HIDUP ini sangat singkat. Akan sangat rugi bila harus memendam rasa tak suka, apalagi sampai menanam bibit permusuhan akibat mau menang sendiri atau menang- menangan. Saatnya akhiri semua gesekan akibat perbedaan pilihan politik.”
-Harmoko-

Pemilihan presiden- wakil presiden dan pemilu legislatif telah digelar serentak Rabu Legi kemarin, 14 Februari 2024. Ratusan juta penduduk Indonesia telah menggunakan hak pilihnya untuk menentukan nasib negerinya, lima tahun  ke depan.

Rakyat telah memilih calon pemimpin ( pasangan calon presiden dan wapres), yang diyakini, mampu memajukan bangsa dan negara, menyejahterakan, memakmurkan serta membahagiakan rakyatnya.

Rakyat telah memilih wakilnya untuk duduk di dewan terhormat yang dipercaya, tak hanya mampu mendengar dan menyerap, tetapi yang lebih utama adalah memperjuangkan aspirasi.

Apa pun hasilnya itulah pilihan rakyat. Pemenang pilpres maupun pileg akan diumumkan secara resmi oleh lembaga yang berwenang, menyelenggarakan pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), paling lambat 20 Maret 2024.  

Ini, merujuk kepada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, di mana dalam pasal 413 disebutkan bahwa KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional dan hasil peroleh pasangan calon, calon anggota DPR dan DPD paling lambat 35 hari setelah pencoblosan ( pemungutan suara).

Untuk calon anggota DPRD Provinsi paling lambat 25 hari setelah pencoblosan, sedangkan anggota DPRD Kabupaten/Kota, 20 hari setelah pencoblosan.

Meski begitu sebelum hari akhir batas penetapan, publik sudah dapat memperoleh gambaran siapa caleg yang lolos ke Senayan, dan pasangan capres-cawapres yang bakal menuju Istana.

Lebih-lebih dengan adanya hitung suara cepat alias quick count dari sejumlah lembaga survei yang secara resmi terdaftar di KPU, maka masyarakat umum dapat menyaksikan gambaran perolehan suara sementara, lebih awal. Meski begitu, hasil resmi harus tetap merujuk kepada data faktual yang dikeluarkan KPU.

Siapa pun yang menang itulah kemenangan rakyat. Sebab, kemenangan tertinggi dalam pesta demokrasi sejatinya berada di tangan rakyat sebagai pemegang kedaulatan.

Maknanya kemenangan yang diperoleh bukan semata karena kehebatan dirinya, kelompoknya, tetapi kemenangan semua.

Filosofi: menang tanpa ngasorake sangatlah cocok sebagai pegangan hidup, sebagai perilaku dalam tata krama kehidupan berpolitik.

Secara harfiah, menang tanpa ngasorake adalah menang tanpa merendahkan yang kalah (orang lain). Jangan mentang - mentang karena merasa menang lantas " adigang, adigung, adiguno" (Sikap yang sangat sombong).

Filosofi ini mengajarkan kepada kita bahwa yang menang harus memberi "hormat" kepada yang kalah.  

Wajib merangkul lawan politiknya menjadi sahabat demi membangun bangsa ke depan. Mengajak, bukan mengejek. Ini yang disebut “politik merangkul”, bukan “politik memukul”. Bersikap saling menguatkan, bukan saling melemahkan.

Memperbanyak kawan lebih mulia, ketimbang membiarkan satu musuh yang bisa tumbuh menjadi seribu. Lagi pula, kemenangan dengan merendahkan lawan tidak akan membawa kemuliaan.

Tidak akan ada orang yang hormat, jika dengan kemenangan itu kemudian membuatnya berperilaku sombong, mentang - mentang, apalagi menjurus pada kesewenang-wenangan. seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Hidup ini sangat singkat. Akan sangat rugi bila harus memendam rasa tak suka, apalagi sampai menanam bibit permusuhan akibat mau menang sendiri atau menang- menangan.

Pesta demokrasi telah usai, mari kita awali dengan kebaikan. Mari kita bangun negeri ini siapa pun presiden terpilih adalah Presiden Republik Indonesia.

Gesekan akibat perbedaan pendapat, dukungan dan pilihan politik sejak memasuki tahun politik, telah cukup melelahkan dan menguras emosi semua pihak.

Saatnya kini diakhiri dan semua kembali rukun bersatu dengan sesama anak bangsa. Sebagaimana lembaran kain dalam banyak warna dan jalinan benang emas, Indonesia yang dikenal dengan keberagaman, termasuk beragamnya pilihan politik, hendaknya tetap mengimplementasikan semboyan yang ada. Yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” dan “Pancasila.”

Bagi yang belum memenangkan kontestasi bukan berarti kalah, tetapi belum terpilih. Masih ada hari esok yang lebih baik dan cerah lagi.

Leluhur kita mengajarkan untuk mengembangkan sikap legowo, menerima dengan ikhlas dan sabar terkait masalah yang terjadi, meski tidak sesuai ekspektasi.

Apa yang terjadi hendaknya menjadi pelajaran hidup. Diyakini, setelah kesulitan akan datang kemudahan. Mari kita menjalin kerukunan dan kebersamaan untuk Indonesia yang lebih gemilang di masa depan. (Azisoko).

Tags:
Kopi pagi HarmokoLegowoharmoko

Admin IT Pos Kota

Reporter

Administrator

Editor