ADVERTISEMENT
Rabu, 31 Januari 2024 09:48 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Teaterawan senior Butet Kartaredjasa dipolisikan relawan Joko Widodo (Jokowi) dengan tudingan ujaran kebencian (hate speech) atau penghinaan terhadap presiden.
Atas tudingan itu, Butet Kartaredjasa dilaporan itu disampaikan ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (30/1/2024).
Laporan itu dilakukan sejumlah relawan Jokowi, antara lain oleh Projo DIY, Sedulur Jokowi, dan Arus Bawah Jokowi. “Oh, enggak apa-apa karena Projo-nya sedang pansos. Panjat sosial dari pantun saya,” kata Butet Kartaredjasa di kediamannya, Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY, Selasa (30/1/2024) kemarin.
Butet mengaku tak memahami apa yang dipersoalkan relawan Jokowi itu. Ia mengaku hanya menyampaikan ekspresinya sebagai seniman saat acara kampanye pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) Ganjar-Mahfud.
“Saya kan cuma menyatakan pikiran-pikiran saya dan itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin UUD 45. Saya bisa mengartikulasikan pikiran saya secara bebas melalui media seni, media apa pun. Saya seorang penulis, saya bisa berekspresi melalui karya tulis, entah itu puisi, cerpen, pantun, atau naskah monolog atau di panggung pertunjukan karena saya seorang aktor,” ujar Butet.
Butet menyebut pantun yang disampaikannya memang sudah disiapkan sebelumnya. Adapun narasi sebelum membaca pantun itu, kata dia, hanya spontan. Butet membantah jika dikatakan menghina presiden soal kata “ngintili” (mengikuti) atau “wedhus”.
“Kata binatang yang mana? Wedhus? Nek ngintil itu siapa? Kan saya cuma bertanya pada khalayak, yang ngintil siapa? ‘Wedhus’ (dijawabnya). Berarti kan yang tukang ngintil, wedhus. Tafsir saja. Apa saya sebut nama Jokowi? Saya bilang ngintil kok,” kata Budayawan asal Yogyakarta ini.
Soal pantunnya, Butet mengaku hal itu justru merupakan bentuk kecintaan terhadap Presiden Jokowi. Butet mengaku siap jika dipanggil pihak kepolisian terkait laporan relawan Jokowi. Ia pun ingin membuktikan soal netralitas Polri.
“Kita akan membuktikan tentang Polri-nya. Saya akan dikenai pasal apa. Pasal ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang lentur, pasal karet, tergantung siapa yang menafsirkan? Jadi, di sini kita akan membuktikan, melihat netralitas kepolisian. Polisinya netral atau tidak,” ujarnya. (rizal)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT