Kopi Pagi Harmoko: Kebijakan 5 Pro (1)

Senin 08 Jan 2024, 08:26 WIB

Pengantar : Pemerintahan baru mendatang hendaknya mengedepankan kebijakan “ 5 Pro”, yakni pro rakyat miskin, pro keadilan, pro penciptaan lapangan kerja, pro lingkungan dan pro kemandirian. Tulisan dimaksud akan disajikan secara berseri di kolom ini. ( Azisoko)

“Program pengentasan kemiskinan harus melihat berbagai aspek menyeluruh dan holistik agar belenggu rantai kemiskinan bisa segera diputus..”
-Harmoko-

Pemilihan Presiden-Wakil Presiden, anggota DPR/DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota serta anggota DPD kian dekat, tinggal 36 hari lagi.

Tepatnya, pemungutan suara serentak akan digelar pada Rabu legi, 14 Februari 2024.

Hari paling menentukan, di mana  204 juta lebih penduduk Indonesia akan memilih para pemimpin bangsa untuk lima tahun depan.

Siapa pun terpilih, pembangunan harus terus melaju, entah dengan tagline perubahan, melanjutkan, atau pun perbaikan, tetapi tujuannya tentu sama, yakni memajukan, bukan memundurkan.

Cara boleh berbeda, tetapi tujuan akhirnya adalah sama, yaitu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan umum sebagaimana tujuan negeri ini didirikan.

Ini perlu menjadi catatan, meski di tengah kemajuan zaman yang terus mengglobal dan perekonomian dunia yang mengalami perubahan drastis dan penuh kejutan serta inovasi (disruption), tetapi tolok ukur pembangunan dalam konteks Indonesia tak berubah dari cita-cita pendiri bangsa.

Yakni, terwujudnya masyarakat adil makmur, sejahtera lahir dan batin, serta pembangunan yang merata.

Kemakmuran akan tercipta jika kebijakan di semua sektor didasarkan atas kepentingan rakyat (pro rakyat), bukan pro-pejabat, bukan pro-konglomerat, bukan pula pro-kerabat dan sahabat.

Pembangunan masa kini dan masa depan, utamanya dalam upaya mewujudkan kemakmuran, setidaknya terdapat 5 Pro yang perlu dikedepankan dalam mengambil kebijakan, yaitu pro rakyat miskin, pro penciptaan lapangan kerja pro keadilan, pro lingkungan dan pro kemandirian.

Kelima pro tadi akan kami sajikan secara terpisah melalui kolom ini pada setiap edisi Senin dan Kamis. 

Pada tulisan pertama akan kami singgung soal pro rakyat miskin.

Pro di sini diartikan terdapat pedulian yang diikuti dengan tindakan terhadap rakyat miskin. 

Kebijakan yang ditelorkan dapat memberikan manfaat kepada warga miskin.

Kepada mereka yang selama ini terpinggirkan karena ketidakmampuannya, tidak terurus pendidikannya, berpenghasilan rendah, tingkat kesehatannya juga rendah dan tidak bermodal. 

Daya beli dan daya saingnya rendah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari juga rendah.

Karena itu akses rakyat miskin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, jangan serta merta diserahkan kepada mekanisme pasar, mengingat mereka tidak memiliki sumber daya untuk bertahan. 

Menjadi kewajiban pemerintah mengangkat mereka, agar tidak tergilas zaman, modernisasi dan globalisasi.

Kita patut mengapresiasi kinerja pemerintahan selama ini yang telah menurunkan angka kemiskinan dari tahun ke tahun. 

Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta (9,36 persen dari total penduduk).

Angka ini menurun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022.

Meski begitu angka kemiskinan di pedesaan masih tinggi, sebesar 12,22 persen dari total penduduk.

Lebih besar dari penduduk miskin perkotaan yang hanya  7,29 persen.Ini perlu menjadi perhatian.

Bantuan instan diperlukan dalam kondisi sementara, tetapi hendaknya bukan dalam jangka panjang.

Mereka perlu mendapat pelatihan dan bekal keterampilan agar mereka memiliki modal sosial untuk bersaing. Berikan kail dan bukan ikan.

Program pendidikan gratis memang baik, namun kemiskinan orangtuanya tetap membuat anak harus segera mendapatkan lapangan kerja agar bisa membantu keluarga. 

Karena itu program pengentasan kemiskinan harus melihat berbagai aspek menyeluruh dan holistik agar belenggu rantai kemiskinan bisa segera diputus, seperti dikatakan pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Jangan biarkan orang orang miskin menanggung beban yang melebihi kemampuannya, pemerintah harus mengambil alih.

Kebutuhan bagi si miskin harus tetap diprioritaskan.

Belum lagi jika kita menyamakan konsepsi bahwa kemiskinan jangan hanya diukur dari besarnya pendapatan.

Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan mencakup pendidikan, keamanan, akses air bersih, dan masa depan. 

Karenanya strategi yang dibangun bukan hanya meningkatkan pendapatan, tetapi membuat mereka bisa bersekolah, membuat mereka bila sakit bisa berobat, dan lain-lain.

Hendaknya menyoal kemiskinan jangan sebatas melihat angka-angka, tetapi bagaimana meningkatkan kualitas hidupnya, sekaligus untuk mengatrol standar garis kemiskinan. 

Yang berlaku sekarang, garis kemiskinan sebesar Rp550.458/kapitan/bulan.

Masih layakkah dengan kondisi saat ini?. (Azisoko)
 

Berita Terkait

Kopi Pagi Harmoko: Kebijakan 5 Pro (5)

Senin 22 Jan 2024, 06:07 WIB
undefined
News Update