Kopi Pagi Harmoko: Menjual Program dan Gagasan

Senin 11 Des 2023, 06:50 WIB

“Melalui kampanye gagasan, berarti mengajak rakyat memilih secara cerdas,
memilih figur- figur yang berintegritas, bukan semata karena janji, iming-
iming angpao, yang habis dalam sehari, tapi dirugikan selama lima tahun
berikutnya”
-Harmoko-
 
JANGAN  memilih kucing dalam karung adalah pepatah lama yang tetap aktual,
dan akan tetap aktual pada setiap gelaran pemilihan umum, utamanya pemilu
legislatif  (pileg).

Pemilihan legislatif dengan sistem proporsional terbuka adalah kebijakan untuk
merespons kehendak publik agar calon pemilih mengetahui para wakilnya yang
akan duduk di dewan perwakilan rakyat, baik di pusat maupun di daerahnya
masing – masing.

Peluang ada di depan mata, pintu sudah dibuka lebar – lebar bagi calon anggota
legislatif  untuk mengenalkan diri kepada publik, siapa dirinya, apa gagasan dan
program kerjanya yang hendak dilakukan, jika kelak terpilih sebagai anggota
dewan yang terhormat.

Idealnya sebagai calon wakil rakyat memiliki target yang jelas dan tegas, apa
yang hendak diberikan kepada rakyat selama menjabat.

Apa yang hendak diperjuangkan untuk kemajuan bangsa dan negara. Apa yang
akan dilakukan untuk kemaslahatan umat, bukan kepentingan kerabat.

Penyampaian visi dan misi ke depan, tak ubahnya menjual program dan gagasan
kepada rakyat. Jika produk yang ditawarkan bagus, berkualitas dan sangat
bermanfaat bagi rakyat, untuk masa sekarang, lebih – lebih dalam jangka
panjang, tentu tingkat penjualan akan semakin tinggi.

Sebaliknya, jika produk yang ditawarkan kurang dapat memberikan manfaat,
apalagi jangka panjang, tentu minat beli rakyat menjadi rendah.

Meski potret diri caleg bagaikan etalase jalan karena memenuhi jalan raya, gang
dan lorong – lorong pemukiman, tidak secara otomatis mendongkrak daya jual.
Pertanyaannya mengapa? Jawabnya akan beragam, tetapi setidaknya ada
sejumlah faktor penghambat.

Pertama, caleg sebelumnya kurang merakyat karena jarang terjun ke tengah –
tengah masyarakat.Warga masyarakat baru mengetahui setelah gambarnya
dipampang di tikungan pinggir jalan.

Siapa dia, latar belakangnya bagaimana masih meraba- raba, apalagi program
dan gagasannya. Ini tak ubahnya membeli kucing alam karung, dalam versi
yang berbeda.

Kedua, caleg ujug – ujug. Disebut ujug – ujug karena kurangnya sosialisasi diri
sebagai calon wakil rakyat. Mestinya upaya mengenalkan diri sudah jauh
dilakukan beberapa tahun sebelumnya, setelah muncul niat hendak nyaleg.
Meski tidak tidak secara transparan, tetapi membangun komunikasi dan
silaturahmi dengan lingkungan yang akan menjadi dapilnya sudah dibangun
sejak dini.

Berita Terkait

Tahun Peluang dan Tantangan

Kamis 28 Des 2023, 11:05 WIB
undefined

Kopi pagi: Kebijakan 5 Pro (4)

Kamis 18 Jan 2024, 06:00 WIB
undefined
News Update