DITENGAH situasi politik yang hangat terkait kesibukan tiga bakal calon presiden yang mendekatkan diri ke masyarakat, publik dikagetkan dengan pengungkapkan peredaran uang palsu di Pandeglang, Provinsi Banten dalam jumlah besar.
Tidak tanggung-tanggung, petugas Polres Pandeglang mengamankan 5 orang pengedar uang palsu dengan barang bukti sebanyak Rp15 Triliun uang palsu (upal) siap edar.
Ironisnya, menurut pengakuan pelaku dari jumlah tersebut sebagian kecil sudah beredar di masyarakat. Beruntung, aksi mereka terendus polisi yang segera bertindak cepat dengan mengamankan para pelaku peredaran uang palsu di Banten tersebut.
Tentu saja keberhasilan jajaran Polres Pandeglang dan Polda Banten ini patut diapresiasi. Pasalnya, jika uang palsu itu semuanya beredar di tengah masyarakat dalam jumlah besar, bisa menimbulkan masalah ekonomi.
Jika menerima uang palsu, sebut saja misalnya pedagang kecil, berapa kerugian yang diderita. Seandainya ia menerima uang nominal Rp 100 ribuan, sangat sulit pedagang kecil balik modal.
Ini berimbas pada kerugian materil yang tidak sedikit. Belum lagi, guncangan psikis yang diderita si pedagang. Karena itu, polisi harus memberantas peredaran uang palsu ini sampai ke akar-akarnya.
Pasalnya, dari lima tersangka yang diamankan belum ada satu pun pelaku pencetak uang palsu yang ditangkap. Ini karena jaringan mereka terputus hingga sampai ke pengedar.
Karena itu, perlu Kerjasama antarsektoral, baik itu di tingkat Polda, Mabes Polri, Bank Indonesia, BIN, Kementerian Keuangan dan lembaga terkait lainnya. Apalagi, saat ini banyak orang menyebut sebagai tahun politik.
Di tahun politik inilah, yakni pada kurun 2023 dan 2024 diperkirakan akan banyak calon anggota legislatif (caleg) baik itu DPRD, DPR Pusat maupun DPD yang menghambur-hamburkan uangnya untuk diberikan kepada pemilih di tempat daerah pemilihannya (dapil) sang calon.
Tidak tertutup kemungkinan pada masa itu akan melibatkan pihak-pihak tertentu yang memakai uang palsu untuk diberikan kepada konstituennya.
Pasalnya, masing-masing calon tentu sudah menyiapkan uang yang tidak sedikit demi memuluskan hasratnya agar terpilih sebagai anggota legislatif baik di tingkat kotamadya, kabupaten atau pemerintah pusat.
Untuk mencegah terulang kembali peredaran uang palsu tersebut, hukuman maksimal perlu diterapkan kepada pelaku karena akibat perbuatannya meruntuhkan Sebagian sendi-sendi ekonomi bangsa.
Selain itu, bagi pedagang kecil termasuk di daerah-daerah, ingat pesan dari pemerintah dan Bank Indonesia (BI) saat menerima uang pembayaran dari konsumen, misalnya untuk nominal Rp50 ribu dan Rp100 ribu. Kedua mata uang itu paling banyak dipalsukan. (**)