Sorot: Inisiatif Politik

Rabu 12 Jul 2023, 07:00 WIB
Para calon kepala desa di Lebak jalani deklarasi damai. Yusuf

Para calon kepala desa di Lebak jalani deklarasi damai. Yusuf

Ada dua sisi berbeda antara penundaan pilkada di tahun politik dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari enam tahun menjadi 9 tahun.

Pada pilkada, penundaan dilakukan bagi kepala daerah (gubernur, bupati maupun wali kota) yang habis masa jabatannya di tahun 2022 dan tahun 2023.

Pilkada baru dilaksanakan setelah rangkaian pilpres dan pileg selesai digelar, dijadwalkan bulan November 2024.

Sementara kepala daerah yang habis masa jabatannya di tahun 2022 dan 2023 tidak diperpanjang hingga pilkada digelar, tetapi ditunjuk pejabat pengganti, sebagai pelaksana tugas (Plt) yang ditetapkan oleh pemerintah hingga terpilih kepala daerah hasil pilkada mendatang. Artinya akan ada Plt gubernur, bupati atau wali kota yang menjalankan roda pemerintahan daerah selama 2 tahun, rata – rata antara 1 hingga 2 tahun. Cukup lama, untuk pejabat pelaksana tugas.

Beda dengan pilkades yang tetap digelar di tahun politik. Jadwal pilkades di tahun 2023 ini pun sudah tersusun. Spanduk kandidat kepala desa yang akan berlaga pada pilkades tahun ini pun sudah bertebaran di sejumlah desa di Jawa Tengah misalnya.

Apakah pilkades yang sudah terjadwal ini akan dilanjutkan atau dibatalkan menyusul persetujuan pengesahan Revisi RUU Desa oleh DPR-RI.

Seperti diketahui, pada Rapat Paripurna, Selasa (11/7/2023), DPR- RI resmi mengesahkan Revisi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagai inisiatif DPR. Semua poin disetujui DPR, di antaranya jabatan kepala desa dari 6 tahun untuk 3 periode menjadi 9 tahun untuk dua periode. Perpanjangan masa jabatan ini yang menjadi polemik karena dinilai penuh dengan kepentingan politik jelang pemilu.

Setidaknya terdapat sekitar 7.000 kades yang habis masa jabatannya pada tahun 2023 ini, dari lebih 83 ribu desa di Indonesia.

Desa menjadi daya tarik bagi politisi dalam melakukan strategi meraih peroleh suara pada pemilu mendatang. Itulah sebabnya, banyak yang menilai perpanjangan masa jabatan kades sebenarnya bukanlah urgensi, tetapi lebih kepada kepentingan politik.

Lebih – lebih jika inisiatif datang perubahan datangnya dari DPR. Ditambah lagi masa tugas pejabat publik yang dipilih secara langsung, hanya lima tahun yang dapat dipilih kembali hingga satu periode berikutnya. Hingga paling lama menjabat 10 tahun.

Sementara jabatan kades satu periode 6 tahun, bisa dipilih 3 periode selama 18 tahun. Lebih dari cukup untuk membangun desa.

Di sisi lain, revisi UU Desa ini, sebenarnya tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas ) 2023. Tetapi didorong agar RUU Desa disahkan sebelum gelaran Pemilu 2024. Maknanya ada kepentingan politik jelang pemilu.

Kita berharap kekuasaan yang terlalu lama jangan menjadikan stagnan. Tak hanya soal regenerasi, tetapi program – program pembangunan yang kurang kreasi dan inovasi. Tidak juga menyuburkan korupsi politik.

News Update