Konflik Militer Sudan, Mardigu Baca Permainan Amerika, Rusia dan China: Kaya Sumber Daya Alam

Rabu 03 Mei 2023, 15:44 WIB
Konflik militer Sudan sudah memakan banyak korban. Foto: Kolase/Ist.

Konflik militer Sudan sudah memakan banyak korban. Foto: Kolase/Ist.

Menurut Mardigu, peperangan yang digelorakan oleh dua jenderal perang Sudan karena memiliki kepentingan berbeda. Angkatan bersenjata di Sudan terpecah akibat ada tiga negara besar yang cawe-cawe di sana.

Jenderal Abdel Fattah Al Burhan adalah panglima tentara Sudan dan juga merupakan pemimpin de facto sejak tahun 2021 usai menggulingkan Presiden Omar Al Bashir.

Sebelum keduanya ribut, Jenderal Abdel Fattah Al Burhan bekerjasama dengan pemimpin paramiliter Muhamed Hamdan Dagalo di tahun 2021, di mana Dagalo kemudian menjadi wakil Abdul Fattah dengan pasukan paramiliternya bernama RSF atau Rapid Support Force atau pasukan dukungan cepat.

Kini, pertempuran pertama kali disulut pasukan RSF Muhamed Hamdan Dagalo di situs-situs utama pemerintah. Pada 15 April 2023 lalu, ledakan dan tembakan dilaporkan terjadi di seluruh ibu kota Sudan, Khartoum.

"Mengapa paramiliter RSF menyerang dan akan mengkudeta pemimpin
de facto. Karena Amerika ingin pemimpin Sudan berikutnya berasal dari sipil, sementara militer hanya mengawal pemerintahan. Itu maunya Amerika agar Sudan bisa dikerjain seperti negara-negara lainnya," kata Mardigu.

"Amerika tidak mau negara demokratis itu dipimpin oleh pemimpin kuat seperti dari militer atau orang militer seperti di Sudan."

Sejauh ini Amerika disebut sangat mendekati Abdel Fattah Al Burhan. Amerika disebut banyak memberi fasilitas negara.

Sementara itu, Putin di tahun 2021 juga menandatangani perjanjian 20 tahun untuk membangun Naval Base Rusia di Sudan. Naval Base ini akan menjadi pangkalan 4 kapal perang Rusia, dan 4 kapal selam bertenaga nuklir dan 3.000 pasukan militer angkatan laut Rusia di Sudan, dan di Laut Merah.

Sebagai counter prestasinya, Rusia kemudian memberikan pelatihan militer dan senjata ke Sudan. 

"Hal ini membuat Amerika murka dan memperingati Abdel Fattah kalau kerjasama dengan Rusia tetap dijalankan, Amerika tidak membantu Sudan terutama membantu dolar," kata Bossman.

Di sinilah asal pokok keributan, karena Muhammad Hamdan Dagalo sangat pro Rusia dan Abdel Fattah pro Amerika yang akan mengadakan Pilpres agar dirinya bisa bertanding di pilpres. 

Dagalo tidak boleh ikut dan harus tetap menjadi orang nomor 2. Dagalo kemudian murka dan menyerang, berusaha mengkudeta Abdel Fattah dibantu Wagner.

Tiga Negara Besar Cawe-cawe di Konflik Militer Sudan

Berita Terkait
News Update