Kopi Pagi

Kopi Pagi Harmoko: Berlomba Kebaikan

Kamis 13 Apr 2023, 05:53 WIB

“Pencitraan adalah mengemas kebaikan. Hendaknya pencitraan dilakukan secara transparan, proporsional, apa adanya, apa yang dicitrakan sesuai dengan kenyataan. Tidak bias, tidak melebih –lebihkan untuk menutupi kekurangan.”
-  Harmoko-
 
POLITIK  dan pencitraan, dua hal yang tidak bisa dipisahkan, tak ubahnya politik dengan kekuasaan. Untuk meningkatkan popularitas, ditempuh melalui pencitraan, guna mengerek elektabilitas harus dibarengi pula dengan usaha pencitraan.

Maknanya pencitraan bukan hal baru dan tabu dalam panggung politik. Itulah sebabnya sering pula mencuat istilah politik panggung.

Lewat kolom ini, dua tahun lalu, pernah saya singgung juga soal pencitraan yang mulai masif dilakukan para elite politik melalui sejumlah momen.

Kemenangan atlet – atlet kita di Olimpiade Tokyo yang digelar di tengah pandemi tahun 2020,  tak terlewatkan dari pencitraan para elite politik yang mengucapkan Selamat dan Sukses lewat sejumlah  media, di antaranya pemasangan poster dan baliho.

Tak sedikit, terpampang gambar atletnya kalah besar dengan yang memberi ucapan selamat.

Perang baliho juga terlihat di sejumlah daerah. Terpampang gambar besar beberapa ketum parpol di tempat – tempat strategis.Kadang, gambar satu dengan lainnya saling berdekatan, seolah berebut perhatian dan tampilan.

Peringatan HUT Proklamasi Kemerdekan, Natal dan Tahun , Puasa dan Lebaran dijadikan momen menggelorakan pencitraan.

Tidak sampai di situ,musibah bencana dan bencana alam pun dijadikan momen pencitraan melalui aksi peduli. Sebut saja, erupsi gunung Semeru 4 Desember 2021, menggerakkan hati para elite melakukan aksi peduli.

Selain memberikan bantuan dengan membawa nama parpol dan tokoh parpol, rasa simpati dan peduli kepada korban bencana juga dituangkan lewat puisi dalam baliho yang dipasang di tepi jalan menuju lokasi pengungsian.

Apakah ini salah? Jawabnya sama sekali tidak. Aksi peduli senantiasa dibutuhkan sampai kapanpun, dalam situasi apapun, di manapun dan kepada siapapun.

Aksi peduli cerminan saling berbagi, tolong menolong yang menjadi jati diri bangsa Indonesia yang telah diwariskan para leluhur, kemudian terkristal dalam nilai-nilai luhur luhur falsafah bangsa, Pancasila.

Memberi bantuan kepada korban bencana, adalah bentuk pengamalan nilai – nilai Pancasila. Berlomba aksi peduli berarti berlomba mengamalkan nilai – nilai kebaikan.
Karenanya tidaklah salah berlomba pencitraan dengan memperbanyak dan menggerakkan aksi peduli sosial, tak ubahnya berlomba kebaikan.

Yang salah jika berlomba kebaikan dengan menghalalkan segala cara, dengan memaksa, mengabaikan etika dan norma, lebih – lebih melanggar batas moralitas.

Sama halnya ingin hidup serba mewah, berkeinginan kaya harta benda tidaklah salah. Yang salah, jika menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya,  dengan melakukan pungli, manipulasi dan korupsi.

Kaya harta boleh,tetapi hendaknya harus dibarengi dengan kaya hati.
Begitu juga dalam lomba pencitraan untuk mengatrol elektabilitas menyongsong

Pemilu 2024. Berlomba pencitraan tidak dilarang, yang dilarang jika mencitrakan keburukan orang lain, rival politiknya dengan menebar hasutan, kebencian, dan perselisihan.

Alangkah indahnya jika berlomba pencitraan, diisi dengan menebar beragam kebaikan, meningkatkan kualitas diri dengan banyak menyantuni, berbagi, memberi tanpa tekanan dan hasutan.

Menjadi bahan renungan, utamanya bagi elite parpol, adakah yang salah, jika beragam pencitraan telah dilakukan secara masif, popularitas pun sudah menembus batas, tetapi elektabilitas tetap terhempas.

Pencitraan adalah mengemas kebaikan dengan harapan berbuah kebaikan. Akan lebih baik baik, jika pencitraan dilakukan secara transparan, proporsional, apa adanya, apa yang dicitrakan sesuai dengan kenyataan.

Tidak juga bias, tidak melebih –lebihkan untuk menutupi kekurangan, apalagi sampai memanipulasi diri sendiri, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Hidup tak ubahnya menebar benih. Jika benih yang ditanam unggul dan berkualitas, proses menanamnya juga sesuai kaidah, tidak merusak tanaman yang lan, hasilnya akan sepadan dan maksimal. Dalam filosofi Jawa dikatakan, “Ngunduh wohing pakarti”.

Marilah kita berlomba kebaikan, bukan keburukan. Berlomba menegakkan sendi – sendi demokrasi yang berjati diri bangsa Indonesia. Berkompetisi menuju Pilpres, Yes. Curang , No. (Azisoko).

Tags:
Kopi PagiharmokoBerlombaKebaikan

Administrator

Reporter

Administrator

Editor