Dalam filosofi Jawa juga diajarkan agar kita tidak pongah dikenal dengan istilah "ojo dumeh". Ojo = jangan. Dumeh= mentang -mentang. Ajakan untuk selalu introspeksi diri ketika seseorang sudah dihinggapi sifat "dumeh" karena telah menyandang sejumlah predikat baik harta benda, pangkat, jabatan, kedudukan dan kekuasaan.
Yang ingin ditanamkan adalah nilai kepedulian diri terhadap sesama manusia, lingkungan sekitar dan tanggung jawabnya kepada Sang Pencipta yang telah memberikan beragam predikat tadi.
Ojo dumeh adalah filter agar tidak berperilaku berlebihan. Mengajak bersikap santun, beretika dan beradab. Tidak menganggap orang lain lebih rendah, pihak atau kelompok lain lebih lemah, tidak memiliki dukungan dan kekuatan massa.
Menerapkan filosofi ojo dumeh berarti senantiasa menempatkan orang lain untuk dihargai dan dihormati apapun status sosial ekonominya. Menganggap orang lain pada posisi yang sangat manusiawi sebagaimana ajaran luhur seperti tercermin dalam jati diri bangsa kita, dalam falsafah bangsa kita.
Menghargai hak politiknya, sikap politiknya, dan pilihan politiknya, termasuk menghargai dukungan seseorang terhadap parpol, capres –cawapres yang menjadi pilihannya.
Begitu juga menghargai sikap politik, pilihan politik setiap parpol terhadap bakal capres – cawapresnya, kandidat calon kepala daerahnya.
Menghargai berarti tidak ikut mencampuri, tidak ngrecoki, tidak pula menggagalkan pilihan orang lain. Tidak pula melanggar hak asasi karena memaksakan kehendak kandidatnya kepada kelompok atau parpol lain.
Menghargai hak asasi, bukan mengorbankan orang lain karena posisinya. Bukan memanfaatkan kelemahan pihak lain guna kemenangan dan keuntungan diri sendiri, termasuk dalam kontestasi politik, guna memenangkan pemilu dengan tujuan kekuasaan semata.
Kebesaran, kehebatan dan kekuasaan yang dimiliki adalah anugerah yang patut disyukuri, bukan diselewengkan untuk melemahkan atau mengorbankan pihak lain. (Azisoko).