PBB: Afghanistan Menjadi Negara Paling Represif di Dunia Pada Perempuan

Jumat 10 Mar 2023, 18:00 WIB
Perempuan Afghanistan mengikuti pelajaran di Sekolah Menengah Putri Tajrobawai di Herat Afghanistan pada 25 November 2021.

Perempuan Afghanistan mengikuti pelajaran di Sekolah Menengah Putri Tajrobawai di Herat Afghanistan pada 25 November 2021.

AFGHANISTAN, POSKOTA.CO.ID - Afghanistan menjadi negara paling represif bagi perempuan dan anak perempuan sejak diambil alih Taliban.

Pernyataan tersebut dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (8/3/2023).

PBB menyebutkan penguasa baru Afghanistan telah menunjukkan fokus tunggal pada penerapan aturan yang membuat sebagian besar perempuan dan anak perempuan secara efektif terjebak di rumah mereka.

Perempuan dan anak perempuan di Afghanistan kehilangan banyak hak dasar mereka.

Taliban telah memberlakukan tindakan keras sejak merebut kekuasaan pada Agustus 2021 ketika pasukan AS dan NATO berada di pekan terakhir penarikan diri mereka dari Afghanistan setelah perang selama dua dekade.

Mereka melarang pendidikan anak perempuan di atas kelas enam dan perempuan di ruang publik seperti taman dan pusat kebugaran. Perempuan dilarang bekerja di lembaga swadaya masyarakat nasional dan internasional serta diperintahkan untuk menutup tubuh mereka dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Afghanistan di bawah Taliban menjadi negara paling represif di dunia terkait hak-hak perempuan,” ucap Roza Otunbayeva, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB dan Kepala Misi PBB di Afghanistan.

Dia melanjutkan,“Sangat menyedihkan menyaksikan upaya metodis, disengaja, dan sistematis mereka untuk mendorong perempuan dan anak perempuan Afghanistan keluar dari ruang publik.”

Pembatasan telah menuai kecaman internasional yang keras. Terutama larangan pendidikan dan pekerjaan di lembaga swadaya masyarakat.

Taliban tidak menunjukkan tanda-tanda mundur. Namun mengklaim larangan tersebut adalah penangguhan sementara yang diduga karena perempuan tidak mengenakan jilbab Islami atau jilbab dengan benar dan akibat aturan pemisahan gender tidak diikuti.

Taliban melarang pendidikan universitas bagi perempuan karena beberapa mata kuliah tidak sejalan dengan nilai-nilai Afghanistan dan Islam.

“Mengurung setengah dari populasi negara di rumah mereka adalah salah satu krisis kemanusiaan dan ekonomi terbesar di dunia. Ini adalah tindakan kolosal yang merugikan diri sendiri secara nasional,” tutur Roza Otunbayeva.

“Ini tidak hanya akan menjerumuskan perempuan dan anak perempuan, tetapi semua warga Afghanistan, dalam kemiskinan dan ketergantungan pada bantuan hingga generasi-generasi mendatang,” katanya. “Ini akan semakin mengisolasi Afghanistan dari warganya sendiri dan dari seluruh dunia.”

Misi PBB untuk Afghanistan mengatakan telah mencatat aliran dekrit dan tindakan diskriminatif yang hampir konstan terhadap perempuan sejak pengambilalihan Taliban.

Dewan Keamanan PBB dijadwalkan bertemu Rabu malam dengan Roza Otunbayeva dan perwakilan-perwakilan perempuan dari kelompok-kelompok masyarakat sipil Afghanistan.

Sebanyak 11,6 juta perempuan dan anak perempuan Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan menurut pernyataan PBB. Tetapi Taliban malah semakin mengganggu upaya bantuan internasional melalui larangan perempuan bekerja untuk lembaga swadaya masyarakat. ***

(Associated Press)

Berita Terkait
News Update