POSKOTA.CO.ID - Dunia terbelah menjadi dua dan berada dalam Perang Dingin yang baru.
Penilaian ini datang dari Ketua Komite Pemilihan Pertahanan Hon Tobias Ellwood dan mantan Komandan Pasukan CBRN Inggris Hamish de Bretton Gordon dalam tulisan mereka yang terbit di The Telegraph pada Senin (27/2/2023).
“Tatanan global saat ini berada dalam kesulitan besar. Karena lebih proteksionis dan lebih terpecah daripada kapan pun sejak runtuhnya Uni Soviet,” tulis mereka.
Lanjutnya,”Kepuasan atas pasca Perang Dingin membuat negara-negara otokratis berlipat ganda dalam beberapa tahun terakhir. Tiongkok dan Rusia sekarang secara terbuka mempelopori visi yang bersaing, sebuah tatanan dunia pasca Barat yang tidak dapat diabaikan.”
Hon Tobias Ellwood dan Hamish de Bretton Gordon menggarisbawahi keputusan Presiden Tiongkok Xi Jinping untuk mengirim diplomat paling senior ke Rusia pada pekan peringatan invasi Vladimir Putin ke Ukraina menandai titik balik.
“Ketika salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB secara ilegal menginvasi negara lain, anggota tetap lainnya kemudian menolak untuk mengutuk invasi tersebut, dan tiga lainnya tidak menawarkan strategi kolektif guna mencegah pelanggaran hukum internasional yang mencolok ini. Situasi yang tidak dapat diprediksi tersebut mengakibatkan umat manusia memasuki kegelapan,” imbuhnya.
Mereka juga menyebut perilaku berperang Rusia tidak terisolasi. Xi Jinping dan Vladimir Putin mengejar tujuan bersama untuk melihat Barat melemah, terutama Amerika Serikat.
Ini dipicu karena kedua negara tersebut merasa terancam oleh tatanan berbasis aturan internasional yang menyerukan kebebasan yang lebih besar, akuntabilitas demokratis, dan transparansi sehingga mengejar agenda memperluas lingkup pengaruh mereka dengan cara militer jika perlu.
Poros Tiongkok - Rusia ini kemudian beralih dari mengeksploitasi secara terbuka kerapuhan standar internasional menjadi membalikkannya.
Dukungan diam-diam Tiongkok untuk petualangan Rusia menegaskan kemitraan strategis yang telah diinkubasi selama bertahun-tahun. Dengan banyak negara yang masih terlibat secara finansial dengan Rusia maka tindakan Vladimir Putin secara efektif tidak dihukum di panggung dunia.
Kebangkitan ekonomi Beijing yang meroket pernah diharapkan akan membuat Tiongkok merangkul norma-norma internasional. Tetapi Xi Jinping malah berusaha mendominasi Laut Tiongkok Selatan dan menghadirkan otoritarianisme sebagai alternatif yang masuk akal untuk demokrasi Barat. Ini memanfaatkan kekuatan ekonomi kolosalnya untuk menjerat lusinan negara ke dalam utang jangka panjang melalui kebijakan “Satu Sabuk Satu Jalan" sehingga menetralkan kritik atas Tiongkok dan mendominasi pasar global yang kritis seperti penambangan mineral langka yang digunakan dalam industri baterai dan teknologi.
“Singkatnya fakta nyata telah terlihat. Kita berada dalam Perang Dingin yang baru. Dunia kita terbelah menjadi dua wilayah pengaruh dengan belasan negara yang semakin diwajibkan untuk memihak,” pungkas mereka. ***