ADVERTISEMENT

Buruh Siapkan Aksi Besar-Besaran, Tolak Pengesahan Perppu Cipta Kerja Jadi Undang-Undang

Jumat, 17 Februari 2023 16:48 WIB

Share
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. (ist)
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. (ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA , POSKOTA.CO.ID – Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan, bahwa pihaknya mengecam keras dan menolak sikap Badan Legislatif DPR RI yang setuju membawa Perppu Cipta Kerja untuk disahkan menjadi Undang-Undang di dalam Sidang Paripurna.

Menurutnya, sikap DPR bertentangan dengan keinginan masyarakat luas, termasuk di dalamnya kelas pekerja. 

"Beberapa waktu lalu Litbang Kompas menyebut bahwa mayoritas publik atau 61,3 persen responden menilai penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tidak mendesak. Dengan demikian, DPR yang mengesahkan Perppu menjadi undang-undang mewakili siapa?" Kata Said Iqba, Jumat (17/2/2023). 

Said Iqbal menyebut, ada 9 point yang disorot oleh kaum buruh terhadap isi Perppu Cipta Kerja. Pertama adalah terkait dengan upah minimum. “Perppu kembali kepada upah murah dan tidak lazim. Di situ dikatakan upah minimum kabupaten/kota dapat ditetapkan oleh Gubernur. Kata ‘dapat’ mengandung arti bisa ditetapkan, bisa juga tidak. Sehingga di sini tidak ada kepastian terhadap UMK,” ujarnya.

Selain itu, upah minimum kenaikkannya berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Menurut Said Iqbal, indeks tertentu di dalam pasal upah minimum tidak dikenal dalam Konvensi ILO.

Yang dikenal adalah, upah minimum kenaikannya didasarkan pada living cost dan yang kedua berdasarkan makro ekonomi, dalam hal ini inflansi, dan pertumbuhan ekonomi. Tidak ada indeks tertentu. 

“Hal lain yang ditentang dari upah minimum adalah hilangnya Upah Minimum Sektoral (UMS) dan adanya pasal yang menganulir pasal sebelumnya, yaitu formula kenaikan upah minimum bisa berubah sesuai keadaan ekonomi,” tegas Said Iqbal.

Hal kedua yang disorot buruh adalah mengenai outsourcing. Di mana Perppu Cipta Kerja menyebutkan, jenis pekerjaan yang diperbolehkan outsourcing akan ditentukan dalam Peraturan Pemerintah. Dengan demikian, Negara telah melegalkan perbudakan modern. Ini sekaligus menempatkan negara seperti agen outsourcing.

“Yang boleh menentukan, jenis pekerjaan mana yang bisa di outsourcing dan mana yang tidak boleh adalah pemerintah. Itu artinya, Negara menempatkan dirinya sebagai agen outsourcing. Seharusnya pembatasan outsourcing dilakukan melalui undang-undang,” ujarnya. 

Point ketiga adalah terkait dengan pesangon. Di dalam UU Cipta Kerja, nilai pesangon sangat rendah. Jika di dalam UU 13 Tahun 2003 menggunakan istilah pesangon sekurang-kurangnya 1 kali ketentuan, di dalam Perppu yang sekarang akan menjadi undang-undang pesangon dikunci hanya 1 kali.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Rizal Siregar
Editor: Tri Haryanti
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT