BERAGAM tantangan tahun depan, bukannya makin ringan, tetapi bertambah beragam. Tak hanya ancaman resesi ekonomi, juga masalah politik yang diprediksi kian memanas.
“Tetapi sepanas-panasnya suhu politik, tak sepanas situasi ekonomi akibat dampak resesi,” kata mas Bro mengawali obrolan warteg usai maksi bersama sohibnya, Yudi dan Heri.
“Kalau suhu politik panasnya kelewatan bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Bro,” protes Heri.
“Meski suhu politik panas banget, tapi kalau rakyatnya tidak terprovokasi, akan tetap adem ayem. Yang panas boleh jadi para elite, rakyat tak perlu ikut-ikutan,” urai mas Bro.
“Iya juga, kalau ikutan panas – panasan apa untungnya. Yang ada malah tambah kacau,” kata Yudi.
“Ibarat pertandingan sepakbola, selesai nonton pertandingan, tidak perlu ikut turun lapangan, tetapi pulang. Kalau jagoannya kalah, biarlah, sudah ada ahlinya yang menangani,” ujar Heri.
“Kalau kita marah-marah karena jagoannya kalah, tidak akan mengubah keadaan, apalagi menyelesaikan persoalan,” ujar Yudi.
“Jadi panasnya suhu politik dapat terkendali selama kita tidak ikut terprovokasi. Lain halnya kalau panasnya suhu ekonomi, mau nggak mau kita ikut mengalami,” kata mas Bro.
“Coba kalau terjadi krisis pangan, yang merasakan langsung rakyatnya. Ingat kasus kelangkaan minyak goreng kan?” kata Yudi.
“Itu baru barangnya langka, harganya naik, tetapi masih ada uang untuk membeli. Coba kalau barangnya langka, harganya naik berlipat, sementara tidak tersedia uang untuk membeli, gimana?” tanya mas Bro.
“Jangan sampai terjadi seperti itu Bro,” kata Heri.
“Semoga negara kita mampu mengatasi tantangan,” kata mas Bro. (jokles)