JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengklaim telah melakukan pemanggilan terhadap eks anggota Sat Intelkam Polresta Samarinda, yakni Aiptu (Purn) Ismail Bolong pada beberapa waktu lalu.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Pipit Rismanto mengatakan, Polri mengagendakan pemanggilan kedua terhadap Ismail Bolong guna mendalami keterangan kasus dugaan uang setoran suap tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
Pipit menyebut, Bareskrim Polri akan mengagendakan pemanggilan kedu terhadap Ismail Bolong pada pekan depan ini.
"Jadi, Ismail bolong itu kami sudah panggil, nanti lagi kami luncurkan panggilan kedua karena terkait dengan perusahaan yang melakukan kegiatan ilegal," kata Pipit dalam keterangannya, Minggu (27/11/2022).
Menurut Pipit, pemanggilan kedua ini dilayangkan bukan tanpa alasan. Sebab, diagenda pemanggilan sebelumnya Ismail Bolong dikatakan mangkir tak memenuhi panggilan dari Bareskrim Polri.
Pun masih dalan agenda pemanggilan kedua ini, lanjut Jenderal berbintang satu itu, pihaknya telah mengetahui di mana letak kediaman Ismail Bolong, namun tidak dengan posisi Ismail Bolong itu sendiri.
"Iya, sudah saya perintahkan anggota ya (panggilan kedua disertai perintah membawa Ismail)," ungkap Pipit.
Laporan Hasil Penyelidikan Tersebar
Sebelumnya, kasus dugaan gratifikasi tambang batu bara ilegal yang melibatkan sejumlah pejabat utama (PJU) Korps Bhayangkara, kian menjadi perhatian publik.
Pasalnya, berkas hasil penyelidikan Divisi Propam Polri terhadap Ismail Bolong dalam kasus tersebut, tersebar di media sosial sehingga menjadi konsumsi publik yang penasaran.
Dalam berkas hasil penyelidikan bernomor R/1253/IV/WAS.2.4./2022/Divpropam tertanggal 7 April 2022, yang digawangi oleh Ferdy Sambo itu, disebutkan bahwa Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri yang diserahkan kepada eks Kombes Budi Haryanto (saat menjabat sebagai Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri) sebanyak 3 kali, yakni pada bulan Oktober, November, dan Desember 2021 sebesar Rp 3.000.000.000 setiap bulan untuk dibagikan ke Dittipidter Bareskrim Polri.
"Selain itu, (Ismail Bolong) juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim secara langsung di ruang kerja Kabareskim dalam bentuk USD sebanyak 3 kali, yaitu bulan Oktober, November, dan Desember 2021 sebesar Rp 2.000.000.000 setiap bulannya," tulis berkas hasil penyelidikan itu, dilihat Poskota.co.id Selasa (8/11/2022).
Kemudian, Kombes Budi Haryanto disebutkan mengenal para pengusa tambang batu bara ilegal di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur dan menerima uang koordinasi untuk kebutuhan operasional setiap bulan, salah satunya untuk kunjungan pimpinan sebesar Rp 800.000.000.
"Dari Aiptu Ismail Bolong menerima uang koordinasi antara Rp 300.000.000 s/d Rp 500.000.000 setiap bulan. Total uang diterima sekitar Rp 3.000.000.000 s/d Rp 5.000.000.000 serta pernah menghadapkan Aiptu Ismail Bolong kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim sebanyak 3 kali. Selama menjabat sebagai Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri, (Kombes Budi Haryanto) tidak pernah melakukan penindakan penambangan batu bara ilegal di Provinsi Kalimantan Timur dengan alasan adanya kebijakan dari atas (Dittipidter Bareskrim Polri," tulis keterangan berkas hasil penyelidikan.
Selanjutnya, berkas tersebut juga menyebutkan bahwa Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Pipit Rismanto mengenal Ismail Bolong dari adanya surat Dumas yang diduga bekerja di Kawasan Hutan Gunung Menangis wilayah kerja PKP2B milik PT Mahakam Sumber Jaya.
"(Aiptu Ismail Bolong bukan pemilik PKP2B dan tidak ada kerjasama). Tidak melakukan penindakan karena mendapat informasi dari Kombes Budi Haryanto bahwa ada atensi dari Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri," kata keterangan hasil penyelidikan.
Adapun sejumlah kesimpulan yang terdapat dari berkas hasil penyelidikan itu, menyebutkan bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Namun, alih-alih ditindak, pihak Polsek, Polres, Polda di wilayah hukum Kalimantan Timur serta Bareskrim Polri malah membiarkan praktik penambangan batu bara ilegal tersebut terus terjadi.
"Tidak dilakukan upaya hukum dari pihak Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang batu bara ilegal. Selain itu adanya kedekatan Sdri. Tan Paulin dan Sdri. Leny dengan PJU Polda Kaltim, serta adanya intervensi dari unsur TNI dan Setmilpres," tulis kesimpulan berkas hasil penyelidikan itu.
Masih dalam berkas hasil penyelidikan yang tersebar, disebutkan bahwa Kapolda Kalimantan Timur, Irjen Herry Rudolf Nahak menerbitkan kebijakan untuk mengelola uang koordimasi dari pengusaha tambang batu bara ilegal di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur secara satu pintu, yakni dengan melalui Ditreskrimsus Polda Kalimantan Timur untuk dibagikan kepada Kapolda, Wakapolda, Irwasda, Dirintelkam, Dirpolairud, serta Kapolres yang wilayahnya terdapat aktivitas penambangan batu bara ilegal.
"Selain itu, adanya penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha tambang batu bara ilegal kepada Kombes Budi Haryanto (saat menjabat sebagai Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri) dan Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan dinas yang tidak didukung oleh anggaran," tulis kesimpulan berkas hasil penyelidikan Div Propam. (adam)