Satu Keluarga Tewas di Kalideres Diduga Anut Kepercayaan Santhara, Puasa Hingga Percobaan Bunuh Diri

Kamis 17 Nov 2022, 15:00 WIB
Kondisi rumah satu keluarga tewas di Komplek Citra Garden 1, Kalideres, Jakarta Barat. (Pandi)

Kondisi rumah satu keluarga tewas di Komplek Citra Garden 1, Kalideres, Jakarta Barat. (Pandi)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Penyebab tewasnya satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu masih menjadi misteri. 

Setelah polisi membantah dugaan penyebab tewasnya satu keluarga di Kalideres diakibatkan kelaparan.  

Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi mengatakan penyebab tewasnya satu keluarga di dalam rumah di Komplek Perumahan Citra Garden 1, Kalideres, Jakarta Barat yang sudah dalam keadaan membusuk dan mengering lantaran tidak adanya asupan makan dan minuman belum bisa dibuktikan. 

Terlebih saat olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) ditemukan buku berkaitan dengan agama.

Selain itu, ditemukan juga gundukan sampah, salah satunya terdiri dari bekas makanan dan juga bekas obat-obatan.

Polisi juga menemukan sebuah lilin dan kapur barus di dalam rumah korban. Belum diketahui untuk apa kapur barus tersebut.

Kapur barus tersebut diduga digunakan untuk menghilangkan bau busuk.

Kasus tersebut semakin menjadi misteri setelah terungkap bahwa ternyata kematian keempat jenazah tersebut diduga dalam rentan waktu yang berbeda-beda.

Kematian satu keluarga tersebut menimbulkan banyak asumsi dan persepsi. Banyak yang menyebut bahwa keempat korban tewas secara tidak wajar.

Bahkan ada pakar yang menyebut korban telah mengikuti aliran tertentu, salah satunya praktik 'Santhara'.

Mengutip Los Angeles Times, praktik Santhara adalah salah satu praktik Jain, salah satu agama minoritas di India, dimana penganutnya akan meninggalkan makanan, air, dan kesenangan dunia untuk membuka jalan mereka menuju alam baka.

Kelompok di luar agama ini, menyebut praktik ini sebagai tindakan percobaan bunuh diri.

Santhara sempat ditentang Pengadilan Rajasthan Utara, karena dinilai ibadah tidak penting, sehingga siapapun yang menjalankan atau membantu praktik puasa ini akan dimintai pertanggungjawaban, hingga terancam pidana.

Namun hingga akhir 2015, Mahkamah Agung India tetap mengizinkan praktik Santhara bagi pemeluk agama Jain, cabang dari agama Hindu.

Dalam banding ke Mahkamah Agung India tersebut, mengklaim Santhara bukan tindakan mengakhiri hidup seseorang, tapi dianggap sebagai proses pemurnian spiritual secara sadar.

Mereka juga menjelaskan perbedaan bunuh diri dan Santhara.

Dikatakan bahwa bunuh diri adalah tindakan emosional dan cenderung impulsif. Sedangkan ritual puasa di atas ranjang kematian ini cenderung rasional dan sukarela.

Pemeluk Jain juga mengatakan tidak ada batas usia untuk menjalankan Santhara, tetapi umumnya dilakukan orang usia lanjut dan sudah lemah.

Namun demikian, pihak kepolisian belum mau buru-buru menyimpulkan apa penyebab maupun motif kematian satu keluarga tersebut, meski sudah menemuin titik terang.

"Ternyata ini kita memperoleh beberapa kemajuan atau titik terang dari penyelidikan ini, salah satunya terkait motif, kita bisa patahkan beberapa motif, kita masih perlu pendalaman lagi," kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi kepada wartawan, Rabu (16/11/2022).

Hengki menyebut, dalam mengungkap kasus kematian sekeluarga yang misterius ini, pihaknya menggunakan pola interkolaborasi forensik, diantaranya melibatkan digital forensik, laboratorium forensik, dan Inafis.

"Karena dalam penyelidikan ini, kita harus menentukan sebab kematian dan motif. Kita juga melibatkan apsifor (asosiasi psikologi forensik). Psikologi forensik yang akan mempelajari secara komperhensif terhadap empat jenazah ini," paparnya.

Selain itu, mantan Kapolres Metro Jakarta Barat ini mengatakan, selain tim kedokteran dari forensik RS Polri, pihaknya juga melibatkan ahli dari RSCM dan Universitas Indonesia (UI).

Berbagai ahli yang didatangkan cukup lengkap, mulai dari ahli patologi anatomi, forensik medik kolegal, kemudian toksikologi, termasuk DNA dari laboratorium forensik.

"Dan ini saling melengkapi, bersinergi, sehingga nantinya akan menuju satu kesimpulan. Kita tidak bisa berasumsi mengambil kesimpulan sementara, ini proses sedang berlangsung;" terang Hengki.

Hengki menegaskan, kasus kematian sekeluarga yang masih misterius ini dalam penyelidikan lebih jauh.

Dia fokus kepada penyelidikan dan tidak mau beramsumsi lebih jauh terkait penyebab dan motif kematian.

Rencananya, malam ini akan didatangkan tim ahli dari Apsifor (Asosiasi Psikologi Forensik) untuk mengetahui berbagai kemungkinan yang terjadi terkait kasus kematian sekeluarga ini.

"Termasuk kita gunakan alat-alat canggih yaitu Crime Lab Auto. Misalnya kita cari apakah ada bercak darah dan sebagainya, untuk memutus apa namanya dugaan-dugaan dan sebagainya," tutur Hengki.

Terkait temukan buku soal ajaran agama tertentu, Hengki menyebut pihaknya masih menyidiki soal temuan tersebut.

Saat disinggung soal apakah satu keluarga tersebut mengikuti aliran tertentu, Hengki juga belum dapat menyimpulkan hal tersebut.

"Kita tidak bisa menyimpulkan sementara. Kita tidak boleh berasumsi. Nanti akan secara komprehensif akan disampaikan oleh ahli. Ini masih dalam proses semua," tuturnya.

Berita Terkait

News Update