JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyambut baik ajakan Menko Polhukam Mahfud MD turut terlibat dalam upaya pengusutan kasus mafia pertambangan di Tanah air.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, dalam hal ini KPK akan menggandeng Kementerian Investasi maupun Badan Penanaman Modal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Pemerintah Daerah untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perbaikan Tata Kelola Pertambangan.
"Pembentukan Satgas dilakukan, karena maraknya praktik korupsi di sektor pertambangan," kata Ali dalam keterangannya melalui pesan singkat, Selasa (8/11/2022).
Menurut Ali, pembentukan Satgas mafia pertambangan ini, dilakukan untuk berkoordinasi dan melakukan evaluasi perizinan dan sektor pertambangan di Indonesia.
Selain itu, hal yang menjadi problematika dalam pembentukan Satgas ini, juga dilatarbelakangi oleh maraknya persoalan dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP), hingga tumpang tindih hak guna usaha di wilayah tersebut.
"Sebab, (sektor pertambangan) punya risiko tinggi terjadinya tindak pidana korupsi," ujar Ali.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD, menyatakan akan berkoordinasi dengan KPK untuk mengusut persoalan mafia pertambangan di Indonesia.
Pernyataan Mahfud ini sebagai respons dari pengakuan Ismail Bolong yang menyetorkan uang Rp 6 miliar kepada sejumlah pejabat utama Korps Bhayangkara, salah satunya Kabareskrim, Komjen Agus Andrianto.
Sebagai informasi, berkas hasil penyelidikan Divisi Propam Polri terhadap Ismail Bolong dalam kasus dugaan gratifikasi penambangan ilegal di wilayah Kalimantan Timur, tersebar di media sosial sehingga menjadi konsumsi publik yang penasaran.
Dalam berkas hasil penyelidikan bernomor R/1253/IV/WAS.2.4./2022/Divpropam tertanggal 7 April 2022, yang digawangi oleh Ferdy Sambo itu, disebutkan bahwa Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri yang diserahkan kepada Kombes Budi Haryanto (saat menjabat sebagai Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri) sebanyak 3 kali, yakni pada bulan Oktober, November, dan Desember 2021 sebesar Rp 3.000.000.000 setiap bulan untuk dibagikan ke Dittipidter Bareskrim Polri.
"Selain itu, (Ismail Bolong) juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim secara langsung di ruang kerja Kabareskim dalam bentuk USD sebanyak 3 kali, yaitu bulan Oktober, November, dan Desember 2021 sebesar Rp 2.000.000.000 setiap bulannya," tulis berkas hasil penyelidikan itu, dilihat Poskota.co.id Selasa (8/11/2022).
Kemudian, Kombes Budi Haryanto disebutkan mengenal para pengusaha tambang batubara ilegal di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur dan menerima uang koordinasi untuk kebutuhan operasional setiap bulan, salah satunya untuk kunjungan pimpinan sebesar Rp 800.000.000.
"Dari Aiptu Ismail Bolong menerima uang koordinasi antara Rp 300.000.000 s/d Rp 500.000.000 setiap bulan. Total uang diterima sekitar Rp 3.000.000.000 s/d Rp 5.000.000.000 serta pernah menghadapkan Aiptu Ismail Bolong kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim sebanyak 3 kali. Selama menjabat sebagai Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri, (Kombes Budi Haryanto) tidak pernah melakukan penindakan penambangan batubara ilegal di Provinsi Kalimantan Timur dengan alasan adanya kebijakan dari atas (Dittipidter Bareskrim Polri," tulis keterangan berkas hasil penyelidikan.
Selanjutnya, berkas tersebut juga menyebutkan bahwa Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Pipit Rismanto mengenal Ismail Bolong dari adanya surat Dumas yang diduga bekerja di Kawasan Hutan Gunung Menangis wilayah kerja PKP2B milik PT Mahakam Sumber Jaya.
"Aiptu Ismail Bolong bukan pemilik PKP2B dan tidak ada kerjasama. Tidak melakukan penindakan karena mendapat informasi dari Kombes Budi Haryanto bahwa ada atensi dari Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri," kata keterangan hasil penyelidikan.
Adapun sejumlah kesimpulan yang terdapat dari berkas hasil penyelidikan itu, menyebutkan bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat beberapa penambangan batubara ilegal yang tidak dilengkapi dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Namun, alih-alih ditindak, pihak Polsek, Polres, Polda di wilayah hukum Kalimantan Timur serta Bareskrim Polri malah membiarkan praktik penambangan batubara ilegal tersebut terus terjadi.
"Tidak dilakukan upaya hukum dari pihak Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang batubara ilegal. Selain itu adanya kedekatan Sdri. Tan Paulin dan Sdri. Leny dengan PJU Polda Kaltim, serta adanya intervensi dari unsur TNI dan Setmilpres," tulis kesimpulan berkas hasil penyelidikan itu.
Masih dalam berkas hasil penyelidikan yang tersebar, disebutkan bahwa Kapolda Kalimantan Timur, Irjen Herry Rudolf Nahak menerbitkan kebijakan untuk mengelola uang koordinasi dari pengusaha tambang batubara ilegal di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur secara satu pintu, yakni dengan melalui Ditreskrimsus Polda Kalimantan Timur untuk dibagikan kepada Kapolda, Wakapolda, Irwasda, Dirintelkan, Dirpolairud, serta Kapolres yang wilayahnya terdapat aktivitas penambangan batubara ilegal.
"Selain itu, adanya penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha tambang batubara ilegal kepada Kombes Budi Haryanto (saat menjabat sebagai Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri) dan Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan dinas yang tidak didukung oleh anggaran," tulis kesimpulan berkas hasil penyelidikan Div Propam.