JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - 25 tahun bukan waktu yang singkat bagi Warnadi dalam membangun usaha kerang hijau. Pria 48 tahun ini harus merasakan jatuh bangun demi mengais rezeki.
Kini ia sudah merasakan manisnya. Berawal dari omset hanya ratusan ribu, kini bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Bahkan, warga Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara ini bisa mengkaryakan ibu-ibu tetangganya untuk bekerja.
“Ya sudah lebih dari 25 tahun. Untuk total karyawan hingga saat ini berjumlah 100-an lebih lah,” ujarnya saat ditemui di lokasi, Jumat (24/9/2022).
Pria lajang tersebut mengenang saat awal merintis hanya mempekerjakan beberapa orang saja di tahun 1997.
“Awal hanya beberapa karung saja hasilnya. Saat ini alhamdulilah bisa menghasilkan ratusan karung tiap harinya,” jelasnya.
Di saat awal merintis, dirinya sempat jatuh bangun. Sebab, kerang hijau belum umum menjadi salah satu kuliner. Makanya, dalam 1 hari hanya beberapa karung saja yang ia produksi. Kadang tidak habis di pasaran.
“Dulu kan orang belum mengenal kerang hijau. Jadi bertahap. Sekitar tahun 1997 sampai beberapa tahun ke depan hanya menghasilkan 10 sampai 20 karung. Itu pun juga tidak laris di pasaran, masih banyak yang menyisa,” ungkapnya.
Dia menjelaskan dari proses merintis untuk keuntungan pribadi tidak terlalu besar. Mulai dari ratusan ribu perputarannya hingga mencapai omset kotor. Dalam 1 hari saat ini mencapai sekitar 50 hingga 60 jutaan.
“Kalau keuntungan bersih dalam 1 hari tidak terlalu besar. Untuk omset perputaran dari pemasukan barang hingga penjualan barang itu mencapai 50 sampai 60 jutaan dalam 1 hari,” ujarnya.
Warnadi bukan tanpa kendala dalam menjalankan usahanya. Untuk keluhan saat ini dari sistem produksi seperti buat penyimpanan dan pengepakan barangnya.
Sempat ada bantuan dari pemda, termasuk buat karyawannya sendiri.
Meski beromset puluhan juta sehari, Warnadi tetap rendah hati. Namun ia bersyukur bisa mempekerjakan banyak orang dan membantu perekonomian mereka.
Para karyawannya itu bekerja mulai dari proses pemilahan dan pembersihan kerang hijau.
Warnadi mengaku mendapatkan kerang-kerang itu dari para nelayan. Seperti bulan 8,9,10 hingga 12 merupakan masa hasil dari budidaya kerang hijau sendiri yang didapat dari nelayan.
Warnadi menerangkan, risiko usaha hasil laut khususnya kerang hijau sendiri yaitu disaat mendapatkan dari nelayan setelah disortir banyak yang tidak layak dikonsumsi, lalu terpaksa harus dibuang.
“Ya usaha kayak gini risikonya banyak. Di saat dapat dari nelayan lalu masuk ke pernyotiran banyak beberapa kerang tersebut jelek jadi terpaksa dibuang,” ujarnya.
Kejadian tersebut sering dialami di saat hasil panen yang memburuk disebabkan limbah laut yang tercemar, serta cuaca yang menyebabkan kurang maksimalnya nelayan di dalam mencari.
Kenaikan BBM pun memberikan dampak. Sebab, biaya pengeluaran untuk proses penjualan, serta dari pencarian kerang hijau itu semakin meningkat.
“Keluhan akibat kenaikan BBM banyak. Seperti pengeluaran menjadi meningkat untuk proses produksi dan pencarian kerang hijau itu sendiri. Jadi otomatis biaya pembelanjaan nambah,” ujarnya.
Sebab, proses pencarian kerang hijau yang dilakukan para nelayan membutuhkan biaya untuk bahan bakar. Selanjutnya untuk proses perebusan membutuhkan gas yang banyak serta pengiriman ke penjual.
“Jadi pemasukan berkurang dibandingkan untuk biaya pengeluarannya sendiri mas,” ujarnya.
Di saat kerang hijau diterima dari pihak nelayan, terdapat dua kali penyotiran serta perebusan.
“Proses 1 kerang hijau setelah di terima oleh nelayan di rebus terlebih dahulu. Selanjutnya dikupas dan dipilah untuk menentukan kualitas yang bagus dan jeleknya,” ujarnya.
Untuk proses ke 2 untuk kerang yang mentah, dibersihkan terlebih dahulu lalu dibuang kotorannya serta direbus kembali.
“Jadi ada 2 proses. Untuk pertama yang diambil isinya saja. Kedua untuk yang mentah dibersihkan kembali dari kotorannya,” ucapnya.
Untuk penjualannya sendiri, Warnadi mengatakan dilakukan ke pelelangan serta pedagang keliling
“Biasanya sih jualnya ke pelelangan seperti di Muara Baru, Muara Angke, dan juga ke beberapa restoran dan pedagang keliling,” jelasnya.
Dalam satu hari, lanjutnya, ia bisa menghasilkan 50 - 100an karung untuk dijual ke pelelangan.
“Untuk limbahnya sendiri di taruh di dalam karung mas, nanti diangkut dan di buang ke tempat pembuangan, dan juga bisa jadi gundukan tanah biar kuat,” pungkasnya. (Cr01)