ADVERTISEMENT

Tes Poligraf Membuktikan Istri Sambo Sehat, Sudah Sepatutnya PC Segera Dijeblosin ke Tahanan

Jumat, 9 September 2022 20:37 WIB

Share
Kolase foto Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo tersangka pembunuhan Brigadir J dan foto ibu terpaksa bawa bayi ke tahanan. (ist/diolah dari google.com)
Kolase foto Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo tersangka pembunuhan Brigadir J dan foto ibu terpaksa bawa bayi ke tahanan. (ist/diolah dari google.com)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Empat tersangka dan satu saksi kasus pembunuhan terhadap Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat alias Brigadir J telah menjalani pemeriksaan menggunakan lie detector atau tes poligraf alias alat deteksi kebohongan.

Dari pemeriksaan tersebut, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajdi mengatakan bahwa Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf dinyatakan jujur. 

Namun ahli psikologi forensik Reza Indragiri  Amriel mengatakan kalau lie detector  itu instrumen abal-abal. "Maaf menurut saya lie detector itu instrumen yang maaf kata abal-abal," ujar Reza dalam sebuah acara di TVONE beberapa hari lalu.

Sementara Bareskrim  sendiri hingga hari ini belum merilis hasil tes alat yang diklaim memiliki akurasi hingga 93% terhadap Putri Candrawati dan saksi ART bernama Susi ke publik. 

Padahal, polisi juga mengatakan bahwa hasil poligraf itu bisa menjadi rujukan sebagai alat bukti di pengadilan.

"Kalau hasilnya bisa sampai 93% maka itu berarti ke pro justitia. Poligraf itu bisa masuk ke pasal 184 KUHAP sebagai alat bukti. Selain petunjuk juga bisa masuk ke keterangan ahli," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangannya ke wartawan.  

Reza justru bertanya pada polisi yang mengklaim poligraf memiliki akurasi 93%. "Lie detector itu menunjuk apa? Lie detector itu berarti adalah alat untuk mendeteksi kebohongan. Apa itu kebohongan? Kebohongan akan terjadi apabila terjadi kesenjangan antara pernyataan dengan kenyataan," ujarnya.

Persoalannya, sambung Reza, alat ini sama sekali tidak tahu dengan kenyataannya seperti apa. "Alatnya tidak tahu, operatornya tidak tahu, bahkan penyidik pun tidak tahu kenyataannya seperti apa," ucapnya.

Menurut Reza, alat yang digembar-gemborkan sebagai pendeteksi kebohongan ini sesungguhnya tidak menganalisis pernyataan, tidak menganalisis kenyataan. Tapi semata-mata menganalisis tepatnya mendeteksi perubahan fisiologis manusia pada saat pemeriksaan itu berlangsung.

"Misalnya keringatnya bercucuran bertambah, pupil matanya membesar, suhu badannya naik, detak jantungnya bertambah cepat. Kalau ada perubahan-perubahan fisiologis semacam itu lalu ditafsirkan jangan-jangan ini penanda bahwa yang bersangkutan harus mengerahkan lebih keras lagi dalam menutup-nutupi sesuatu," paparnya.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT