ADVERTISEMENT

Sudah 18 Tahun Kasus Pembunuhan Aktivis HAM Munir, Hingga Kini Terduga Pelaku Belum Diproses Hukum

Kamis, 8 September 2022 14:25 WIB

Share
Aktivis HAM, Munir. (foto: ist)
Aktivis HAM, Munir. (foto: ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kasus pembunuhan Aktivis HAM, Munir merupakan pelanggaran HAM berat. Amnesty International Indonesia ikut memeringati 18 tahun kematian Munir dan menanggapi pembentukan tim ad hoc penyelidikan HAM berat oleh Komnas HAM.

“Semua bukti jelas menunjukkan kasus ini merupakan serangan yang ditujukan kepada warga sipil yang bekerja sebagai pembela HAM saat itu khususnya Munir. Serangan itu sistematik karena ada unsur kebijakan pemufakatan jahat dari pihak tertentu di dalam negara, khususnya Badan Intelijen Negara (BIN) dan maskapai penerbangan negara. Serangan itu menghilangkan nyawa Munir dan telah mengancam keselamatan pembela HAM lainnya,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesiakata Usman Hamid, Kamis 8 September 2022.

“Komnas HAM memang harus segera menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat dalam kategori kejahatan kemanusiaan, tanpa lagi-lagi menunda,” tambah Usman.

Laporan akhir Tim Pencari Fakta (TPF) Munir di tahun 2005 menunjukkan kematian Munir diduga berkaitan dengan aktivitasnya sebagai pembela HAM, termasuk kritiknya kepada badan negara seperti BIN. Dalam rekomendasinya, TPF mendesak Presiden untuk membentuk Tim Investigasi Independen serta memerintahkan Kapolri melakukan penyelidikan mendalam terhadap lima orang, termasuk di antaranya Kepala BIN, terkait kemungkinan peran mereka dalam pemufakatan jahat terhadap Munir.

Nyatanya, hanya tiga orang yang telah diadili terkait kasus Munir, semuanya pegawai maskapai Garuda Indonesia. Sementara, orang-orang yang diduga kuat menjadi pelaku utama yang bertanggungjawab atas pembunuhan Munir masih belum diproses secara hukum.

Mantan agen Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono memang pernah diadili pada 2008, tetapi ia dinyatakan tidak bersalah. Lalu pada September 2016, Presiden Joko Widodo berjanji di hadapan publik untuk menyelesaikan kasus Munir.

Hingga kini, pemerintah Indonesia tidak pernah mempublikasikan Laporan TPF tersebut. Hal itu justru melanggar Keputusan Presiden No. 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir, yang mengamanatkan pemerintah untuk mengumumkan Laporan TPF kepada masyarakat.

“Ada masalah serius di dalam negara ini terutama soal penuntasan pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM masa lalu. Korban dan keluarganya seringkali tidak didengar, lalu bagaimana mereka bisa mendapatkan keadilan?” sebut Usman.

Pada 7 September 2020, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menyampaikan opini hukum atas kasus meninggalnya Munir kepada Komnas HAM, sebagai bagian dari pengaduan resmi. Tujuannya agar Komnas HAM menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat, sehingga proses penyelidikan berdasarkan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM bisa segera dilakukan.

"Dua tahun berlalu sejak pendapat hukum dari masyarakat sipil diserahkan, hari ini Komnas HAM mengumumkan pembentukan tim ad hoc setelah sebelumnya membuat tim kajian. Saya mengapresiasi kepercayaan yang diberikan untuk menjadi anggota tim ad hoc tetapi menolak penunjukan ini. Komnas HAM seharusnya segera menetapkan Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Bagi kami, tak ada keraguan lagi bahwa kejahatan ini adalah kejahatan kemanusiaan," kata Usman.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Rizal Siregar
Editor: Cahyono
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT