ADVERTISEMENT

Anggota DPR Husein Fadlulloh: Kenaikan BBM Nonsubsidi Jadi Mitigasi Terhadap Ketidakpastian Global

Senin, 8 Agustus 2022 05:03 WIB

Share
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Muhammad Husein Fadlulloh. (Foto: Diolah dari Google).
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Muhammad Husein Fadlulloh. (Foto: Diolah dari Google).

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi VI DPR RI, Muhammad Husein Fadlulloh, mengatakan kenaikan BBM nonsubsidi merupakan langkah pemerintah guna memitigasi atas kondisi dunia yang saat ini penuh ketidakpastian.

Kondisi itu antara lain tergambar dari sejumlah negara yang mulai membatasi ekspor komoditas pangan ke berbagai negara konsumen, termasuk Indonesia. Pembatasan ekspor pangan juga diiringi dengan terjadinya krisis energi sehingga memicu timbulnya resesi.

"Keputusan menaikkan harga BBM nonsubsidi bisa dikatakan sebagai sebuah langkah mitigasi daripada kondisi dunia yang penuh dengan ketidakpastian," kata Husein dalam keterangan tertulis yang diterima Poskota, Ahad (7/8/2022).

Kenaikan BBM nonsubsidi dinilai wajar mengingat Pertamina tengah menanggung beban berat subsidi. Husein menyoroti lonjakan subsidi BBM yang membengkak menjadi Rp 75,41 triliun, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 56,59 triliun.

Melambungnya subdisi lantaran volume konsumsi BBM yang terus meningkat. Subsidi akan terus bengkak karena penyaluran solar tahun ini diprediksi melampaui kuota. Sama halnya dengan penyaluran BBM penugasan seperti Pertalite.

Dampak hal tersebut adalah pemerintah harus merogoh kocek lebih dalam guna menambal subsidi dan anggaran kompensasi.

"Beban Pertamina semakin besar dikarenakan subsidi yang terus menerus dilakukan oleh pertamina. Minyak (dunia) turun, tapi ada jeda ke harga keekonomian Pertamina. Tidak langsung pengaruh ke cost of oil-nya Pertamina," jelas Husein.

Kondisi itu dipersulit dengan problem Indonesia yang saat ini masih mengimpor minyak mentah untuk konsumsi dalam negeri. Untuk konsumsi per hari, Indonesia membutuhkan kurang lebih 1,4 juta barel. 

Adapun kenaikan harga minyak mentah dunia beberapa waktu lalu sempat di atas US$100 per barel. Hal ini membuat nilai impor minyak dan gas Indonesia jadi membengkak.

"Artinya pertamina tetap beli minyak dengan harga spot yang mahal," ujar politikus Partai Gerindra ini.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT