Moratorium Pengiriman PMI ke Malaysia, Sekretaris Nasional JBM: Hak dan Kewajiban Kedua Negara Harus Jalan

Minggu 31 Jul 2022, 20:00 WIB
Buruh migran di pelabuhan Bandar Sri Junjungan Dumai Riau pada 2 April 2020 yang baru tiba dari Malaysia usai Indonesia menyatakan keadaan darurat pada 31 Maret akibat virus corona melonjak.

Buruh migran di pelabuhan Bandar Sri Junjungan Dumai Riau pada 2 April 2020 yang baru tiba dari Malaysia usai Indonesia menyatakan keadaan darurat pada 31 Maret akibat virus corona melonjak.

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Permasalahan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Negeri Jiran tersebut selalu berulang.

Keterangan ini disampaikan Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran (JBM) Savitri Wisnuwardhani.

Bahkan sebelum adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

Terakhir pemerintah melakukan moratorium pengiriman PMI ke Malaysia pada 2011.

Savitri Wisnuwardhani menilai jika memang pemerintah Indonesia akan mencabut moratorium pengiriman PMI ke Malaysia mulai 1 Agustus maka harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat di lapangan.

Pengawasan perlu dilakukan agar jangan sampai Malaysia kembali berlaku semena-mena dengan tidak mengimplementasikan kesepakatan yang ada.

Selain itu sosialisasi kepada calon pekerja migran yang berminat bekerja di Malaysia harus dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk menghindari adanya warga Indonesia yang bekerja ke Malaysia dengan cara ilegal.

“Bukannya saya tidak sepakat dengan pencabutan moratorium ini. Moratorium atau tidak moratorium itu ‘kan hanya sebagai alat untuk bagaimana implementasi perlindungan itu dijalankan,” katanya seperti dikutip dari VOA pada Sabtu (30/7/2022).

Dia melanjutkan,“Kalau kita misalnya punya UU PPMI yaitu bagaimana dijalankan, ini hanya jadi alat saja untuk menawar kepada pemerintah negara tujuan bahwa kita memiliki aturan seperti ini. Kalau kamu butuh pekerja kita ya kamu harus mengikuti aturan Indonesia dan itu harusnya sudah dituangkan dalam MoU dan sudah disepakati bersama.”

Savitri Wisnuwardhani menyebutkan penyebab utama masih banyaknya calon migran yang memilih jalur ilegal untuk pergi bekerja ke berbagai negara tujuan penempatan adalah rumitnya proses dari mulai perekrutan, administrasi, hingga keberangkatan.

“Tinggal pemerintah kita yang memastikan calon PMI sesuai yang dibutuhkan di luar negeri, informasi, kemudian biaya harus murah. Tidak boleh ada biaya berlebih dan prosedur yang rumit yang akhirnya si PMI memlih jalur tekong atau calo,” ungkapnya.

“Jadi hak dan kewajiban kedua negara yang sudah ada harus dilakukan. Itulah yang harus dilakukan bersama, ada itikad dan inisiatif yang baik,” pungkas Savitri Wisnuwardhani. ***

Berita Terkait

News Update