Visi Sayap Kanan Capres Prancis Marine Le Pen Yang Mencemaskan

Sabtu 23 Apr 2022, 22:00 WIB
Marine Le Pen

Marine Le Pen

PRANCIS, POSKOTA.CO.ID - Jajak pendapat menggambarkan Emmanuel Macron sebagai yang terdepan dalam pemungutan suara pemilihan Presiden Prancis.

Tetapi tidak menutup kemungkinan kemenangan pemimpin sayap kanan Marine Le Pen terjadi.  

Tidak ada lagi jilbab di depan publik. Semua anak sekolah berseragam.

Undang-undang diusulkan dan disahkan melalui referendum. Layanan sosial yang murah hati tidak tersedia bagi orang asing kecuali mereka telah bekerja selama lima tahun.

Itu hanya contoh visi Marine Le Pen untuk Prancis jika pemimpin sayap kanan itu memenangkan pemilihan Presiden putaran kedua melawan petahana Emmanuel Macron.

Prancis dalam segala hal dan Prancis akan didahulukan. Demikian dilansir dari Associated Press pada Jumat (22/4/2022).

Jika kemenangan Marine Le Pen Le Pen terjadi maka ini dapat mengguncang sistem pemerintahan Prancis hingga menimbulkan ketakutan di antara para imigran dan Muslim, serta menyentak dinamika 27 negara Uni Eropa, dan membuat sekutu NATO bingung.

Emmanuel Macron, 44 tahun, seorang sentris yang sangat pro Uni Eropa.

Dia tanpa henti mengecam musuhnya sebagai bahaya dan membingkai pertarungan pemilihan mereka sebagai pertempuran ideologis untuk jiwa bangsa.

Marine Le Pen, 53 tahun, memandang Emmanuel Macron sebagai teknokrat progresif yang memandang Prancis hanyalah wilayah Uni Eropa.

Dia mengatakan dia akan memperlengkapi kembali sistem politik negara dan Konstitusi Prancis untuk mengakomodasi agenda populisnya, menempatkan Uni Eropa di tempat kedua, dan membuat Prancis lebih benar pada prinsip-prinsip dasarnya.

"Saya bermaksud menjadi presiden yang mengembalikan suara rakyat di negara mereka sendiri," kata Marine Le Pen.

Kritikus takut akan ancaman demokrasi di bawah Marine Le Pen, seorang nasionalis yang nyaman dengan Perdana Menteri Hongaria yang otokratis, Viktor Orban, dan partai sayap kanan anti imigran di tempat lain di Eropa.

Marine Le Pen bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sebelum pemilihan Presiden Prancis 2017.

Amerika Serikat telah lama menganggap Prancis sekutu tertuanya. Tetapi kepresidenan Marine Le Pen dapat menimbulkan masalah bagi pemerintahan Joe Biden dengan merusak persatuan trans Atlantik dengan sanksi atas Rusia dan memperkuat populis otokratis di tempat lain di Eropa.

Pemimpin Reli Nasional juga mewaspadai kesepakatan perdagangan bebas dan akan mencari sikap yang lebih independen untuk Prancis di PBB dan badan multilateral lainnya.

Para pemimpin kiri tengah Jerman, Spanyol, dan Portugal semuanya mendukung Emmanuel Macron dalam kolom Kamis di beberapa surat kabar Eropa.

Mereka mengingatkan tentang populis dan ekstrem kanan yang menganggap Vladimir Putin sebagai model ideologis, politik, dan meniru ide-ide chauvinis dari Vladimir Putin.

“Mereka telah menggemakan serangannya terhadap minoritas dan keragaman dan tujuannya untuk keseragaman nasionalis,” tulis Kanselir Jerman Olaf Scholz, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez, dan Perdana Menteri Portugis Antonio Costa.

Pertemuan Marine Le Pen lima tahun lalu dengan Vladimir Putin telah menghantui kampanyenya di tengah perang Rusia di Ukraina meskipun dia mengutuk invasi Rusia tanpa keraguan.

Tetapi jika dia adalah presiden, Marine Le Pen mengatakan dia akan berpikir dua kali untuk memasok Ukraina dengan senjata.

Dia akan menentang sanksi energi terhadap Moskow demi dompet Prancis dan untuk rakyat Rusia.

Dia juga mengatakan dia akan menarik Prancis keluar dari komando militer NATO, melemahkan front persatuan aliansi militer Barat melawan Moskow, dan harus ada perbaikan hubungan strategis dengan Rusia setelah perang berakhir.

Hal ini menggemakan posisi masa lalu Emmanuel Macron yang telah mencoba penjangkauannya sendiri dengan Vladimir Putin.

Namun, pemerintahan Emmanuel Macron mengatakan telah mengirim lebih dari 100 juta euro ($ 108 juta) senjata ke Ukraina sejak perang dimulai dan Prancis telah menjadi pusat sanksi Barat yang semakin keras terhadap Rusia.

Marine Le Pen telah menggambarkan citra pengasuhan sepanjang kampanyenya.

Dia mengatakan akan mengawasi Prancis sebagai sosok ibu dari keluarga.

Dia berfokus pada daya beli konsumen sambil berdiri teguh pada isu-isu simbolis yang mendefinisikan sayap kanan. Seperti imigrasi, keamanan, identitas nasional, dan kedaulatan.

Untuk melunakkan pukulan kenaikan harga, Marine Le Pen ingin memangkas pajak tagihan energi dari 20 persen menjadi 5,5 persen. Dia berjanji untuk mengembalikan 150 hingga 200 euro ($ 162 hingga $ 216) per bulan ke kantong konsumen.

Mantan Menteri Ekonomi dan Bankir Prancis Emmanuel Macron menganggap langkah-langkah seperti itu salah arah dan tidak layak secara ekonomi.

Marine Le Pen menegaskan agendanya membahas Prancis yang terlupakan.

Dia telah mengusulkan sebuah revolusi referendum sebagai inti dari rencananya untuk membantu menyembuhkan keretakan demokrasi yang menurutnya menyebabkan rendahnya jumlah pemilih dalam pemilihan Prancis baru-baru ini dan meningkatnya perselisihan sosial.

Undang-undang dapat disahkan melalui referendum melewati anggota parlemen terpilih setelah para pendukung mengumpulkan tanda tangan dari 500.000 pemilih yang memenuhi syarat. Itu adalah tuntutan dari gerakan rompi kuning dengan kadang-kadang penuh kekerasan menantang kepresidenan Emmanuel Macron dua tahun lalu.

Marine Le Pen bulan ini mengatakan,“Selama mandat saya, saya mengandalkan konsultasi satu-satunya ahli yang tidak pernah dikonsultasikan oleh Emmanuel Macron, yakni rakyat.”

Tetapi ada halangan.

Konstitusi Prancis perlu direvisi untuk memberi warga negara suara langsung dalam pembuatan undang-undang. Itu juga perlu diubah untuk tujuan utama Marine Le Pen lainnya. Seperti memberikan mendahulukan perumahan negara dan tunjangan pekerjaan kepada warga negara Prancis sebelum orang asing.

Emmanuel Macron gagal dalam upayanya sendiri untuk mengubah konstitusi karena ini sebuah proses rumit yang membutuhkan dukungan dari majelis parlemen.

Marine Le Pen ingin menghindarinya dengan menggunakan pasal khusus dalam konstitusi seperti yang dilakukan Jenderal Charles de Gaulle pada 1962 untuk memungkinkan hak pilih universal langsung.

“Dia ingin mendinamit demokrasi liberal dengan menyeru pada rakyat,” tulis empat profesor hukum tata negara di surat kabar Le Monde.

Marine Le Pen akan menggunakan referendum untuk hal lain dalam paket kontroversial guna menghentikan imigrasi yang tidak terkendali.

Ini termasuk menangani permintaan suaka di luar negeri, bukan di Prancis, dan secara sistematis mengusir para migran tanpa surat izin tinggal di antaranya, dan mengakhiri kewarganegaraan otomatis bagi mereka yang lahir di Prancis dari orang tua asing.

Dia juga akan mengembalikan seragam di semua sekolah dan memperkuat kekuatan polisi.

Marine Le Pen menyebut jilbab sebagai seragam Islamis. Dia mengusulkan larangan memakainya di depan publik.

Emmanuel Macron mengatakan dalam sebuah debat pada Rabu malam bahwa larangan seperti itu dapat menyebabkan perang saudara.

Tetapi perempuan tua berjilbab biru putih menemui Marine Le Pen pekan lalu di selatan kota Pertuis yang mungkin telah merusak rencananya.

“Apa yang dilakukan jilbab dalam politik?” tanya perempuan tua tersebut pada Marine Le Pen.

Pejabat partai Marine Le Pen mengatakan bahwa pelarangan jilbab di jalan-jalan akan menjadi progresif dan tidak menyasar nenek berusia 70 tahun.

Marine Le Pen pada hari Jumat di radio Europe 1 mengatakan,"Peran nenek mereka adalah melindungi cucu perempuan kecil mereka dan saya meminta mereka untuk membantu saya." ***

Berita Terkait

10 Negara Pengimpor Minyak Rusia

Senin 25 Apr 2022, 16:00 WIB
undefined
News Update