Kopi Pagi

Berjiwa Besar Terima Teguran

Senin 11 Apr 2022, 06:41 WIB

Aspirasi sangat dibutuhkan untuk menegakkan demokrasi. Tanpa ingin tahu aspirasi kita takkan tahu persis apa yang sebenarnya telah, atau akan, terjadi. - Harmoko

Berjiwa Besar Terima Teguran

BELAKANGAN ini kita menyaksikan banyak aspirasi disampaikan oleh masyarakat dengan beragam bentuknya. Tak terkecuali aksi demo mahasiswa hampir di sejumlah daerah, sebut saja di Kota Makassar, Palembang, Samarinda, Kendari, Cirebon, Jambi, Semarang, Purwokerto, Bogor, Tasikmalaya, Garut dan kota-kota lainnya dengan narasi aspirasi yang seragam, yakni soal kenaikan harga-harga dan menolak penundaan pemilu.

Terekam informasi, Senin (11/4/2022) ini, demo mahasiswa akan digelar di Jakarta, seputar istana, sebagai kelanjutan aksi di daerah. Apakah narasi aspirasi masih sama seperti aksi sebelumnya, kita belum tahu pasti, tetapi yang pasti bahwa apapun aspirasi wajib disikapi dengan bijak.
Tentu, aspirasi ada yang  positif dan negatif. Dan karena itu ada juga yang bersifat dukungan, ada juga penolakan. Ada yang mengapresiasi, ada juga yang mengkritisi.

Yang perlu disikapi adalah jangan kemudian memposisikan pemberi aspirasi sesuai tema aspirasinya. Yang mendukung atau setuju disebut "pro", yang tidak mendukung atau tidak setuju dikatakan "anti". Jika ini yang dikemas akan membangun komunikasi kontradiksi, bukan harmonisasi, situasi yang sangat dibutuhkan saat ini. 

Saya meyakini semua aspirasi dari manapun datangnya, tentu untuk kebaikan, demi kemajuan dan kemakmuran bersama. Termasuk yang disampaikan oleh rekan-rekan mahasiswa masih dengan kemurnian perjuangannya untuk memajukan bangsa dan negara, meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kemurnian perjuangan ini pula yang hendaknya terus dipegang erat, menjadi doktrin tiada goyah sejak era perjuangan hingga saat ini, tetap teguh dengan satu kata “Memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat.”

Di sisi lain, menyampaikan aspirasi tidak dilarang, bahkan dilindungi oleh undang-undang sebagai cermin negara berdasarkan konstitusi. Begitu pun kebebasan berpendapat dan berserikat merupakan pelaksanaan dari negara yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi Pancasila dan pula kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat.

Itulah sebabnya seluruh keputusan yang ditetapkan oleh pemerintah pun hendaknya selalu berlandaskan pada aspirasi dan kepentingan warga negara. Atas kehendak rakyat. Rakyat yang dulu menitipkan – memandatkan suaranya saat pemilu, pileg dan pilpres, kepada para elite politik yang sekarang menjadi penguasa.

Maknanya elit politik (baik di eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan/ lembaga lainnya), hendaknya dalam dirinya menjelma kehendak rakyat.  Logika dasar demokrasi mengajarkan demikian. Bukan menjelmakan suara dirinya, kelompoknya bahkan pemodalnya menjadi suara rakyat.

Kalau kemudian rakyat “menggugat”, mahasiswa bergerak itu bagian dari upaya bersama mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, penyalahgunaan wewenang yang berujung kepada praktik kolusi, korupsi, nepotisme dan oligarki dalam sistem tata kelola bangsa. 

Inilah idealnya ciri negara berlandaskan konstitusi dan demokrasi Pancasila yang wajib kita anut. Kita wujudkan bersama, jika kita hendak menegakkan demokrasi di negeri kita tercinta, kata Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Oleh sebab itu, aspirasi sangat dibutuhkan untuk menegakkan demokrasi. Tanpa ingin tahu aspirasi kita takkan tahu persis apa yang sebenarnya telah, sedang atau yang akan terjadi.

Ingat “Jaman iku owah gingsir” - Ruang, waktu, serta zaman akan selalu dinamis dan berubah, tidak selamanya abadi.

Mulo aja ngegungake kasugihan lan drajat ira, awit samangsa ana wolak waliking jaman ora ngisin – isini – Oleh karena itu jangan pernah mengagung-agungkan kekayaan dan derajat, agar sewaktu-waktu terjadi perubahan keadaan tidak akan menderita aib.

Lantas apa yang perlu kita perbuat, para elite? Ada pitutur luhur mengajarkan “Sukeng tyas yen den hita”.  Dapat dimaknai bahwa pribadi yang berjiwa besar dan lapang dada adalah pribadi yang hatinya tidak sempit, yaitu pribadi yang bersedia menerima kebenaran yang datangnya dari siapapun. 

Hendaknya berjiwa besar untuk bersedia menerima kritik, nasihat, saran maupun teguran. Kita semua bagian dari anak negeri, anak Ibu Pertiwi, saudara sebangsa dan setanah air, yang harus memiliki tanggung jawab bersama membangun negeri tercinta, Indonesia. (Azisoko*)

Tags:
Berjiwa BesarTeguranAspirasidemokrasiharmokodemo mahasiswa

Administrator

Reporter

Administrator

Editor