Oleh: Winoto, Wartawan PosKota
SUDAH beberapa bulan para politisi menggulirkan wacana penundaan Pemilu 2024, dan perpanjangan masa jabatan Presiden hingga 3 periode.
Sumber dari wacana penundaan Pemilu dinilai dari lingkaran Istana, kemudian tiga ketua umum parpol, yakni Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, bicara penundaan Pemilu.
Presiden Jokowi bukannya menghentikan aksi para menterinya yang akan berdampak bermain-main konstitusi, kemungkinan amandemen UUD 1945 untuk upaya jabatan presiden 3 periode.
Itu terlihat dalam tanggapan kedua. Jokowi menyatakan taat konstitusi, namun mengaku tidak bisa melarang orang berpendapat.
Padahal, pada tanggapan pertama, Jokowi jelas menyatakan, yang memintanya 3 periode adalah orang yang mau menampar mukanya, mencari muka, menjerumuskan dirinya.
Pernyataan ketiga, Jokowi menyatakan, teriakan 3 periode sering dia dengar. Jokowi mengaku taat konstitusi. “Kita harus taat, harus patuh terhadap konstitusi," kata Jokowi.
Tetapi, saat itu Jokowi tetap tidak berupaya menghentikan wacana itu, padahal pihak-pihak di luar kekuasaan menyatakan, wacana itu membahayakan, karena terendus adanya upaya sistematis, ada penggalangan, deklarasi kebulatan tekad, dukung 3 periode.
Maka wacana terus menggelinding, para politisi dari ketiga parpol menggoreng isu, termasuk konsekuensi untuk melakukan amandemen, mereka bermain-main konstitusi untuk penundaan pemilu, bermain-main 3 periode jabatan presiden.
Politisi tampak mendapat angin dengan pernyataan Presiden yang mengaku tidak bisa melarang. Bahkan, Menko Marves Luhut Pandjaitan juga ikut berani terbuka soal penundaan Pemilu, dan soal Jokowi 3 period, kondisi akan lebih baik.
Reaksi-reaksi kekhawatiran dari para penolak, tak diindahkan. Dengan makin enteng, para politisi tidak lagi melihat sakralnya konstitusi, dengan menyatakan, taat konstitusi itu juga dalam arti, taat pada UUD 1945 yang diamandemen.