Ditagih Menkeu Bayar Pinjaman Dana Talangan SEA Games 1997 Rp64 M,  Kuasa Hukum: Bambang Trihatmodjo Malah Nombok Rp51 M    

Kamis 24 Feb 2022, 10:32 WIB
Tim Kuasa Hukum Bambang Trihatmodjo, Prisma Wardhana Sasmita dan Wardhana Wiwoho dalam Jumpa Pers di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.(adji)

Tim Kuasa Hukum Bambang Trihatmodjo, Prisma Wardhana Sasmita dan Wardhana Wiwoho dalam Jumpa Pers di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.(adji)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID  – Kuasa Hukum Bambang Trihatmodjo angkat bicara soal hutang piutang Negara yang ditagih Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Bambang Trihatmodjo, putra mendiang Presiden Soeharto, mencapai Rp64 miliar. Rabu (23/2/2022). 

Menurut kuasa hukum Bambang, Prisma Wardhana Sasmita dan Wardhana Wiwoho piutang tersebut terkait dana talangan pelaksanaan SEA Games XIX tahun 1997.

Nominal tersebut merupakan akumulasi dari pinjaman pokok sebesar Rp35 miliar ditambah dengan bunga sebesar 15% dengan jangka waktu 1 tahun atau selama periode 8 Oktober 1997 hingga 8 Oktober 1998.  Hanya saja, jumlah utang tersebut belum disinkronkan.

"Kalau dihitung secara detail belum pernah ada sinkronisasi terkait nilainya, tapi yang ditagihkan sekitar Rp64 miliar. Jadi pokok Rp35 miliar dengan bunga 15%, jadi sekian. Itu juga kan juga jauh dari nilai keadilan," ujar Prisma dalam konferensi pers, Rabu (23/2/2022).

Meski Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta Bambang melunasi utang tersebut, Prisma menilai pihak yang patut bertanggung adalah PT Tata Insani Mukti (TIM).

Walaupun saat itu Bambang menjabat sebagai komisaris utama TMI, dia bukanlah pemegang saham perusahaan.

TMI sendiri merupakan pihak swasta yang bergabung dalam Konsorsium Mitra Penyelenggaraan SEA Games XIX tahun 1997. Bergabungnya TMI berdasarkan penandatanganan MoU pada 14 Oktober 1996 silam.

Sementara, dari pihak pemerintah ada Kemenpora, KONI, dan Menkokesra.

"Penanggung jawab utang SEA Games itu sebetulnya, entitas subjek hukum sebagai kendaraan konsorsium. Konsorsium itu bukan subjek hukum, jadi di dalam MoU tanggal 14 Oktober 1996 itu nyatakan konsorsium swasta mitra penyelenggaraan adalah PT TMI, jadi di PT TMI Bapak Bambang sebagai komisaris utama dan tak memiliki saham," katanya.

Sebelumnya, penyelenggaraan SEA Games XIX mengalami permasalahan biaya karena Indonesia mendadak menjadi tuan rumah menggantikan Brunei Darussalam. Awalnya biaya yang diminta oleh Kemenpora/KONI sekitar Rp70 miliar, lalu membengkak menjadi Rp156,6 miliar.

Saat itu negara tidak ada alokasi anggaran dari sisi APBN. Sementara KONI mendadak meminta dana tambahan sebesar Rp35 miliar untuk pembinaan atlet. Padahal saat itu konsorsium swasta hanya menyanggupi mencarikan dana penyelenggaraan sebesar Rp70 miliar.\

Karena itu, pemerintah melalui Kemensetneg menggunakan dana Reboisasi Kementerian Kehutanan (Kemenhut).

Dari angka itu, biaya penyelenggaraan SEA Games XIX sebesar Rp121, 6 miliar dan biaya persiapan kontingen Indonesia sebesar Rp35 miliar. Adapun total menjadi tanggungan PT TIM sebagai subyek hukum pelaksana KMP Sea Games membengkak menjadi Rp156,6 miliar.

“Kenapa baru sekarang dipersoalkan sudah berapa kali ganti Presiden kepada klien kami yang dirugikan,” katanya. 

NOMBOK RP51 M

Pihak Bambang justru bakal menagih dana talangan ke negara sebesar Rp 51 Milliar yang dikeluarkan  dari  aset pribadi untuk menutupi kekurangan penyelenggaraan SEA Games 1997.

Ia juga  menyebut penagihan utang yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada kliennya merupakan salah kaprah.

Dia mengungkapkan dana yang ditagih Sri Mulyani tersebut digunakan sepenuhnya oleh KONI sebagai dana pembinaan atlet. Dana tersebut tidak ada yang masuk ke kantong pribadi Bambang Tri.

Prisma pun menjelaskan kliennya bahkan menalangi dana untuk perhelatan SEA Games XIX 1997 dari kantong pribadi yang saat itu bersama PT Tata Insani Mukti sebagai badan hukum pelaksana konsorsium swasta.

"Bambang Trihatmodjo melakukan tombokan secara pribadi besar kepada PT TIM, sesungguhnya justru punya hak tagih sebesar Rp 51 miliar," ujar Prisma pada konferensi pers di Jakarta Selatan pada Rabu, 23 Februari 2022.

Kemenpora dan KONI saat itu memperkirakan dana yang dibutuhkan Rp 70 miliar. Dana tersebut disanggupi oleh konsorsium swasta. Namun ada kebutuhan dana lain sebesar Rp 35 miliar untuk pembinaan atlet.

Dana tersebut diusahakan oleh Presiden Soeharto yang berasal dari dana reboisasi Kementerian Kehutanan melalui Keputusan Presiden nomor 01/IHHT/1997 tentang pinjaman dana konsorsium mitra penyelenggara SEA Games XIX 1997.

"Setelah itu cek tersebut diberikan kepada KONI, dan dicarikan untuk kepentingan pembinaan atlet yang merupakan kepentingan negara," katanya.

Pinjaman tersebut, menurut dia sebesar Rp35 miliar dengan bunga 15 persen per tahun dengan jangka waktu 8 Oktober 1997 hingga 8 Oktober 1998 melalui Setneg.(adji)

Berita Terkait

News Update