JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Menghadapi sidang vonis di PN Tipikor Jakarta Pusat hari ini, KPK meminta majelis hakim yang menangani kasus dugaan suap dengan terdakwa Azis Syamsuddin untuk mengesampingkan seluruh pledoinya (pembelaannya).
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) meminta majelis hakim mengabaikan pembelaan Azis Syamsudin yang menyatakan uang Rp220 juta merupakan bantuan kemanusiaan lewat Robin (Stevanus Robin Patujju, eks penyidik KPK).
"Kami berharap, bahwa seluruh bantahan terdakwa yang tidak mengakui terus terang perbuatannya juga dikesampingkan oleh majelis Hakim," kata Plt. Juru bicara KPK, Ali Fikri kepada awak media, Senin (14/2/2022).
Seperti diberitakan sebelumnya, mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin didakwa terkait dugaan suap penangangan perkara di Kabupaten Lampung Tengah.
"KPK berharap putusan majelis Hakim dengan terdakwa Azis Syamsuddin tersebut sepenuhnya mempertimbangkan seluruh fakta hukum dan alat bukti yang dihadirkan oleh tim jaksa, sehingga terdakwa dapat dinyatakan bersalah menurut hukum sebagaimana tuntutan tim jaksa," ujar Ali.
Menurut Plt. Juru bicara komisi antirasuah itu, dengan memberikan putusan hukuman yang adil, tentu akan memberikan efek jera kepada para koruptor.
Dengan itu, masyarakat juga merasakan keadilan atas tindakan yang dilakukan para koruptor.
"Dengan putusan adil dari majelis hakim, akan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi untuk tidak melakukan perbuatan yang sama, sehingga tidak mencederai harapan publik yang menginginkan Indonesia bebas dari korupsi," ungkapnya.
Untuk diketahui, dalam pleidoinya, politikus partai Golkar itu membantah menyuap Robin. Dia berdalih, bahwa uang yang ia berikan kepada eks penyidik KPK, Stevanus Robin Patujju sebesar Rp210 juta merupakan bantuan kemanusiaan.
Informasi lebih lanjut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Lie Putra Setiawan menuntut Azis Syamsudin dengan tuntutan penjara selama 4 tahun 2 bulan subsider 6 bulan kutungan dengan denda sebesar Rp 250 juta.
Menurutnya, politikus partai Golkar itu terbukti telah melakukan suap sekira Rp. 3,6 miliar kepada Stevanus Robin Patujju dan Maskur Husain untuk membantu dia dan Aliza Gunado lepas dari jeratan kasus terkait APBD Lampung Tengah.
"Menyatakan terdakwa M. Azis Syamsuddin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar tindak pidana korupsi dalam dakwaan pertama," ujar Lie Putra saat membacakan surat tuntutan untuk terdakwa Azis Syamsuddin di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/1/2022).
Dalam melayangkan tuntutannya, Jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Pun dengan hal yang dianggap memberatkan Jaksa dalam menuntut politikus partai Golkar itu yakni, karena terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Terang Lie Putra, perbuatan Azis telah merusak citra dan kepercayaan terhadap DPR RI, tidak mengakui kesalahan dan cenderung berbelit-belit. Sedangkan terkait dengan hal meringankannya, Azis sebelumnya tidak pernah terjerat kasus hukum.
Atas pertimbangan itu pula, Jaksa menuntut kepada Hakim agar Azis diberikan tambahan pidana hukuman, yakni dicabut hak berpolitiknya selama lima tahun setelah menjalani pidana hukuman pokok.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik atau politik selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok," imbuh Jaksa Lie Putra.
Namun, Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter Kaban menilai, tuntutan yang diberikan kepada orang sekaliber Aziz tentu dapat dikatakan sangat ringan.
Menurutnya, perlu tuntutan yang lebih maksimal untuk diberikan kepada politikus partai Golkar tersebut, karena paksa yang digunakan untuk menuntut juga memungkinkan pidana maksimal hingga lima tahun penjara.
"Tuntutan ini tentu sangat ringan, mengingat orang sekaliber Azis Syamsuddin, tentu perlu tuntutan yang lebih maksimal. Kalau tuntutannya hanya demikian, tentu tidak ada efek jera bagi terdakwa korupsi yang kasusnya punya kaitan erat dengan posisi dan jabatannya sebagai politisi dan mantan wakil ketua DPR," kata Lalola kepada Poskota.co.id melalui pesan singkat, Selasa (25/1/2022).
Lanjut dia, Aziz sangat pantas untuk dijatuhi hukuman pidana sekurang-kurangnya lima tahun. Selain dari diberikan tindakan pemiskinan yang sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Tipikor.
"Pasal yang didakwakan untuk Azis tidak memungkinkan hukuman seumur hidup, jadi sekurang-kurangnya dituntut maksimal sesuai yang ada di Pasal 5 UU Tipikor, yaitu 5 tahun penjara," ujar dia.
"Pemiskinan tentu harus dilakukan dengan penerapan pasal 18 ayat (1) UU Tipikor terkait pidana tambahan uang pengganti, dan ditambah dengan penggunaan UU TPPU untuk mendalami dugaan pihak lain yang mendapat aliran dana dari uang suap yang diduga diterima Aziz," jelas dia.
Namun, ia juga mengapresiasi langkah KPK yang telah menjatuhkan tuntutan pencabutan hak politik bagi eks Wakil Ketua DPR itu.
"Satu hal yang sudah tepat dilakukan oleh KPK dalam penuntutan, adalah menuntut pencabutan hak politik terhadap Azis Syamsudin," tukas Lalola. (CR 10).
Keterangan foto: Plt. Juru bicara KPK, Ali Fikri.
Foto: Captur Live Youtube KPK RI