“Komitmen lebih baik harus teraplikasi dalam kehidupan sehari- hari. Bukan sebatas tersimpan dalam hati, tanpa terealisasi..” - Harmoko
Tahun 2022 sudah mulai kita tapaki. Sebagai manusia biasa, tentu, tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi sepanjang tahun ini, 365 hari. Selama rentang waktu 8.760 jam atau 525.600 menit atau 31.536.00 detik.
Meski begitu, tidak harus diam tak bergerak. Sejumlah agenda penting sudah direncanakan untuk meraih target seperti diharapkan.
Yah, tahun 2022 bisa disebut sebagai tahun penuh harapan. Rakyat, siapa pun dia tanpa kecuali sangat berharap pandemi Covid-19 segera sirna dari negeri kita ini.
Perekonomian segera pulih, aktivitas sosial ekonomi masyarakat sepenuhnya berjalan normal kembali. Lapangan kerja cukup banyak tersedia dengan mudah didapat, sembako melimpah ruah dengan harga murah. Daya beli masyarakat terdongkrak, kesejahteraan meningkat.
Secara keseluruhan stabilitas nasional sangat terkendali, baik di bidang politik, keamanan, ekonomi, sosial dan budaya. Tanpa lagi diwarnai isu monopoli, oligarki, penguatan kekuasaan dengan merespons kritik melalui cara – cara represi.
Kondisi yang sejatinya menjadi kendala ini memang tidak nyata, tetapi isu yang tersebar di mana – mana seolah menjadi fakta adanya. Sikap bijak bukan dengan memberangus kritik, tetapi lebih kepada membangun aksi simpatik kepada publik. Ini tantangan tersendiri bagi para pejabat negeri, tetapi menjadi peluang dibalik terpenuhinya harapan.
Disebut tantangan, karena tahun 2022 ini sebenarnya penuh dengan tantangan bagi pemerintah, tak hanya untuk memenuhi harapan rakyat, tetapi aksi memenuhi janji sebagaimana visi dan misi yang pernah disampaikan di awal masa pemerintahan periode kedua ini.
Tahun ini harus all out – kerja habis – habisan dalam pencapaian target. Mengapa? Jawabnya, saya menduga tahun depan, 2023 situasi sudah berubah. Fokus para elite sudah lebih mengarah kepada persiapan pemilihan, baik pilpres, pileg maupun pilkada.
Lomba pencitraan akan lebih masif, ketimbang fokus kepada intensitas penanganan program – program pembangunan. Boleh jadi pengawasan lebih ketat dan meningkat, tetapi lebih didasari kepada upaya membangun pencitraan individu, kelompoknya, komunitasnya atau institusinya, ketimbang pencapaian target. Bahwa pencapaian target menjadi upaya nyata, juga tak lepas dari membangun citra untuk meraih simpati massa.
Berbagai tantangan menghadang perjalanan upaya menekan angka kemiskinan ekstrem, menciptakan lapangan kerja, kemudahan perizinan dan berusaha, meningkatkan daya beli dan kesejahteraan rakyat.
Ini bukan hal yang mudah dilakukan bagaikan orang membalik telapak tangan. Mengingat, perjalanan mengawal pemulihan ekonomi dan menyehatkan APBN masih panjang dan berliku. Medan laga masih terjal, berbatu dan licin penuh badai, seperti diakui Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Meski begitu, hendaknya membuang jauh rasa pesimis. Semangat baru, bekerja untuk Indonesia maju perlu dikedepankan dengan membangun optimisme, terus merajut kebersamaan, persatuan, toleran, dan rukun dalam keragaman.
Semangat mengabdi dan memberikan yang terbaik untuk Indonesia, perlu tertanam dalam setiap jiwa aparatur negara apapun pangkat dan jabatannya, para elite politik. Tak terkecuali diri kita sendiri.
Masing- masing individu perlu ikut berkontribusi membangun negeri menjadi lebih baik melalui komitmennya, tekad bulat (resolusi) yang teraplikasi dalam kehidupan sehar- hari hari. Bukan tersimpan dalam hati, tanpa terealisasi seperti sering dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Setidaknya terdapat dua hal yang perlu menjadi komitmen diri. Pertama, semakin arif dan bijak menyikapi situasi dengan terus Eling kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Di antaranya lebih toleran merespons lingkungan, termasuk dalam bermedia sosial. Tidak tergoda ikut menyebarkan gosip dan fitnah, tanpa terlebih dahulu meneliti dari mana sumbernya.
Kedua, senantiasa berpikir positif dengan menyingkirkan segala prasangka buruk. Bertutur kata santun dan penuh etika sebagaimana ajaran para leluhur bangsa kita. Tidak melakukan perbuatan yang dapat mengganggu dan merugikan serta membuat derita orang lain.
Mari kita jalani tahun 2022 dengan semangat baru, penuh perjuangan menuju Indonesia maju. Tentu perjuangan yang baik dan benar, serta penuh etika.
Pitutur luhur mengajarkan “Ngluruk tanpo bolo”- yang bermakna bahwa manusia harus tetap berjuang, meski tanpa membawa massa.
“Menang tanpo ngasorake”- menang tanpa merendahkan dan mempermalukan. “Sekti tanpa aji – aji” – Berwibawa di hadapan orang lain (publik) bukan karena mengandalkan kekuasaan dan kekuatannya. ( Azisoko *)