BOGOR, POSKOTA.CO.ID - Tiga pekan Biskita Transpakuan dengan layanan Bus Rapid Transit (BTS) mengaspa, DPRD Kota Bogor tanya soal aturan main.
Keberadaan layanan Biskita Transpakuan, tidak lepas dari dukungan pemerintah pusat melalui lelang penyedia layanan angkutan umum di wilayah Jabodetabek.
Yaitu menggunakan skema buy the service tahun anggaran 2021 dari APBN Kementerian Perhubungan melalui satuan kejar Badan Pengelola Jasa Transportasi Jabodetabek (BPTJ) di Kota Bogor.
Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Kota Bogor berhasil memenangkan lelang tersebut, lalu bersama konsorsium PDJT Lorena dan Kodjari, menghadirkan armada Biskita Transpakuan serta sarana dan prasarana penunjang layanan BRT dengan standar layanan minimal yang sudah ditentukan.
Dari sisi penataan sistem transportasi, keberadaan Biskita Transpakuan membawa harapan baru untuk program transportasi massal di Kota Bogor.
Pemerintah Kota Bogor melalui Panitia seleksi (Pansel) melakukan penjaringan Dirut PDJT yang baru Lies Permana Lestari. Setelah bertahun tahun sebelumnya PDJT dijabat oleh pelaksana tugas (Plt).
Mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Sarinah itu dilantik menjadi Dirut PDJT oleh Bima Arya Sugiarto beberapa waktu lalu.
Namun berbeda dari perusahaan lainnya, PDJT bisa dikatakan belum dalam kondisi baik.
Sehingga Dirut PDJT yang baru ini juga memiliki tantangan untuk menyelesaikan Pekerjaan Rumah (PR) PDJT yang masih menumpuk.
Melihat kondisi PDJT saat ini Anggota DPRD Kota Bogor Fraksi PPP, Ahmad Saiful Bachri alias ASB, pun ikut mengingatkan bahwa ada banyak hal yang harus segera diinventarisir oleh Dirut PDJT yang baru untuk melakukan langkah langkah perbaikan perusahaan Plat Merah ini.
Yang perlu dipelajari, kata ASB, adalah terkait Perda PMP yang berkaitan dengan modal dasar. Kemudian selanjutnya, lanjut ASB, adalah status 10 bus bantuan dari Kementerian Perhubungan yang dihibahkan kepada dinas yang kemudian digunakan oleh PDJT untuk melayani trayek Cidangiang-Belanova.
"Yang harus dipelajari adalah apakah pembukaan koridor yang ada dengan bis bantuan pusat ini dibenarkan tanpa merevisi perda PMPnya, kemudian setelah ada BRT ini bus tersebut dikemanakan dan menjadi aset siapa," katanya.
Karena, menurut anggota DPRD Dapil Bogor utara ini, modal dasar PDJT hingga saat ini dapat berupa cash money dan barang.
"Tentunya, ini berbeda dengan BUMD lainnya yang berupa cash, ini perlu menjadi catatan, kalau masih mengunakan Perda lama untuk PDJT dalam hal operasional dan perda PMP untul modal dasarnya," ujarnya.
Bukan tanpa sebab hal itu dipertanyakan, kata ASB, hal itu didasari karena perubahan menjadi perumda sampai saat ini masih dalam proses pembahasan.
"Dan oleh karena itu, modal dari luar belum boleh masuk kalau sudah perumda maka, 51:49 proporsinya baru kita bicara konsorsium, sekarangkan masih BUMD, 100% saham walikota loh," tegasnya.
Untuk itu, kata ASB, ia menyarankan agar Dirut PDJT yang baru melakukan audit secara menyeluruh di tubuh PDJT.
Sehingga keberlangsungan PDJT bisa berjalan secara simultan kearah yang lebih baik. "Jangan sampai, malah seperti sebelumnya minimal paling tahan cuma satu tahun," katanya. (kontributor bogor/billy adhiyaksa)