Dihujat karena Tolak Permendikbud 30, Mustofa Nahrawardaya: Giliran Saya Menafsir Peraturan Menteri, Kenapa Pada Ribut Ya?

Sabtu 13 Nov 2021, 17:20 WIB
Pegiat Media Sosial, Mustofa Nahrawardaya (Foto: Ist)

Pegiat Media Sosial, Mustofa Nahrawardaya (Foto: Ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Saat ini sedang ramai aksi kecaman dari publik soal adanya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021.

Permendikbudristek itu berisi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi dan telah diresmikan pada 31 Agustus 2021.

Salah satu hal yang jadi sorotan utama yakni di dalam Permendikbudristek adanya frasa 'tanpa persetujuan korban' yang mengacu kepada definisi kekerasan seksual dalam pasal 5 pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan huruf m.

Maka dari itu banyak yang menilai bahwa Permendikbudristek Nomor 30/ 2021 tidak termasuk ke dalam norma hukum di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, pegiat media sosial Mustofa Nahrawarday menilai ada aneh mengapa bisa ada frasa semacam itu di dalam Permendikbudristek 30.

“Zina boleh, tapi gak boleh dengan kekerasan?,” cuit Mustofa Nahrawardaya saat mengomentari salah satu  tweet netizen di Twitter (@TofaTofa_id) pada Sabtu (13/11/2021).

Pria yang juga merupakan Hubungan Masyarakat (Humas) Partai Ummat itu secara tegas menentang frasa yang ada di dalam Permendikbudristek 30.

Menurutnya, frasa tersebut benar-benar sangat amburadul dan kacau bisa ada di dalam Permendikbudristek 30.

“Saya selama hampir 5 tahun, ikut proses pembahasan pembentukan UU di DPR RI. Jika ada para haters eks penghuni Kalijodo bingung kenapa saya harus protes soal Permendikbud No. 30 yang amburadul itu,” tulisnya.

Mustofa melihat ada banyaknya haters muncul setelah dirinya secara terang-terangan mengaku menolak Permendikbudristek nomor 30 Tahun 2021.

Melihat banyaknya haters yang muncul justru membuat Mustofa bingung dan bertanya-tanya mengapa saat dia memberikan tafsiran ke peraturan menteri banyak yang gaduh.

“Mereka bebas menafsir kitab suci al-Qur’an. Giliran saya menafsir Peraturan Menteri, kenapa pada ribut ya. Ini bisa jadi efek dari ditutupnya Kalijodo,” tuturnya.

Selain itu, Mustofa juga meyakini bahwa pihak kampus juga tidak akan pernah melaporkan hal-hal aneh semacam ‘esek-esek’ yang melibatkan mahasiswa atau dosen.

Hali itu diyakini Mustofa karena pihak kampus manapun tidak akan pernah mau membongkar aib yang ada di dalam universitas ke ruang publik.

“Memangnya, Kampus mau melaporkan aib di dalam lingkungannya? Saya kira enggaklah,” kata Mustofa.

“Malu, jika masyarakat tahu ada laki-perempuan, laki-laki, perempuan-perempuan lakukan esek-esek di kampusnya. Mau sama mau atau tidak saling mau, sama saja efeknya. Nama baik kampus jadi jatuh,” sambungnya.

Justru Mustofa heran mengapa bisa secara mendadak Permendikbudristek 30 itu dibuat dan muncul.

“Hampir dua tahun, semua perguruan tingi kuliahnya online. Kok tiba-tiba muncul isu kekerasan seksual di kampus. Lucunya di mana?,” tanya Mustofa.

Bahkan Mustofa juga memberikan ‘sentilan’ kepada sejumlah pihak yang masih mendukung diadakannya Permendikbudristek 30 itu.

13, 2021

“Tiba-tiba yang pro Permendikbid 30, pada setuju etika/norma agama. Zina di tempat umum, gak usah diatur,” paparnya.

“Karena ada norma agama, budaya ketimuran yg mengatur. Yang diatur jika ada kekerasan saja. Tapi zina di tempat tertutup, boleh. Alasannya ruang private. Hahaha,” ucapnya menambahkan. (cr03)

Berita Terkait
News Update