Melalui AATHP, Indonesia telah meningkatkan upayanya dalam pencegahan karhutla melalui serangkaian pedoman, kerja sama, peningkatan kapasitas dan upaya lainnya.
Di hadapan para peserta pertemuan, Menteri Siti juga berbagi komitmen Indonesia untuk mencegah karhutla melalui serangkaian kebijakan, tindakan korektif, dan aksi di lapangan/
Yaitu, pengelolaan ekosistem gambut, peringatan dini dan deteksi dini, patroli terpadu, pelibatan masyarakat (Masyarakat Peduli Api), modifikasi cuaca, pemadaman udara dan penegakan hukum.
Dalam pandangan yang lebih luas, upaya Indonesia dalam AATHP juga berkontribusi pada pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Terkait dengan masalah ini, Menteri Siti menginformasikan inisiatif baru Indonesia yang sejalan dengan AATHP yang disebut FOLU Netsink 2030.
Dokumen ini akan digunakan sebagai pedoman, untuk mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor hutan dan lahan yang mencakup lahan emisi GRK dan/ atau kebakaran hutan.
Di akhir pertemuan, para delegasi sepakat untuk memperkuat kewaspadaan, mengutamakan langkah-langkah pencegahan, dan melakukan pemadaman kebakaran segera untuk mengurangi karhutla dan meminimalkan terjadinya kabut lintas batas selama periode cuaca kering.
Kemudian, strategi pengelolaan lahan gambut berkelanjutan akan terus ditingkatkan, dalam mengatasi salah satu akar penyebab polusi asap lintas batas.
Pertemuan juga mencatat kemajuan dalam finalisasi pembentukan ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control (ACC THPC) di Indonesia.
Pembentukan dan operasionalisasi ACC THPC ini dapat memperkuat implementasi yang lebih cepat dan efektif dari semua aspek Perjanjian Bebas Kabut Asap.
Terakhir, para delegasi yang hadir sepakat untuk mempertimbangkan indikator bersama untuk 20 persen resusitasi hotspot ASEAN untuk tahun depan dan peta jalan bebas kabut asap yang baru. (*)