JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Seorang ustaz asal Indonesia, Ustaz Adi Hidayat memberikan penjelasannya bagaimana bisa Muslim yang berbuat maksiat di dunia tetap bisa masuk surga tetapi Non-Muslim yang baik akan masuk neraka.
Dalam kasus ini, banyak yang terlihat masih bingung dengan konsep aturan tersebut dan mempertanyakan tentang keadilan yang diputuskan oleh Allah SWT.
Menurut Ustaz Adi Hidayat, pertanyaan seperti itu sebenarnya sangat telat karena sudah sejak 15 abad yang lalu sudah ada pertanyaan yang sama persis terkait hal tersebut.
Sebenarnya pada 15 abad yang lalu istri dari Nabi Muhammad, Sayyidah Aisyah bertanya kepada suaminya tentang seseorang yang belum beriman tapi suka membantu semasa hidupnya.
Aisyah kemudian bertanya, apakah orang seperti itu bisa masuk surga atau sudah dapat dipastikan masuk ke dalam neraka?
“Anda tahu, begitu pertanyaan itu muncul yang turun langsung surah dengan namanya ‘Al-Furqan’ ayat yang ke-23,” ucap Ustaz Adi Hidayat, dikutip PosKota.co.id dari kanal YouTube Audio Dakwah pada Senin (11/10/2021).
“Kalau Anda enggak belajar isi-isi di Al-Quran, kadang-kadang tuh logika semacam ini kalau logika kita lemah bisa langsung jatuh seketika dan ketika jatuh pada titik nol jadi mudah diarahkan kemanapun,” sambungnya.
Kemudian Ustaz Adi Hidayat memberikan penjelasan atau sebuah gambaran singkat dari Surat Al-Furqan ayat ke-23.
Ustaz yang merupakan seorang pendiri Quantum Akhyar Institute pada tahun 2013 itu memberikan perbandingan antara dunia dan juga akhirat.
Menurutnya hukum yang ada di dunia dengan hukum yang ada di akhirat jelas sangat berbanding terbalik alias berbeda.
Ketika seorang manusia meninggal dunia, maka semua hukum serta aturan yang ada di dunia, bekal-bekalnya akan ditinggalkan ketika wafat.
“Kenapa? Karena yang dibawa ketika seseorang meninggal bukan bekal dunianya dan apa yang dibawa ke akhirat? Yang dibawa itu bekal amal akhirat, bukan dunia,” ucapnya.
Lebih lanjut, Ustaz Adi Hidayat mengatakan kalau sebenarnya kunci dari seseorang bisa masuk surga atau neraka dilihat dari bekal akhirat yang setiap manusia bawa.
Bekal akhirat yang dimaksud di sini ialah iman dan juga amal saleh, jika salah satu dari kedua itu tidak bisa dibawa maka pintu surga bisa tertutup bagi orang tersebut.
Setelah itu Ustaz Adi Hidayat meminta untuk membaca pengertian dari Surat Al-Baqarah ayat ke-25.
Dari surat dan ayat tersebut, tertulis: “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”
“Maka apabila Anda ingin masuk ke surga bekalnya cuman dua, satu apa? Iman, kedua apa? Amal saleh. Ini bekalnya,” imbuh sang ustaz.
“Semua yang lahir membawa iman dalam dirinya, cuman yang merubah itu adalah lingkungannya. Lalu apa bentuknya amal saleh? Banyak, setiap kegiatan di dalam islam berpeluang jadi amal saleh kalau dilakukan dengan iman,” sambungnya.
Ustaz Adi Hidayat juga mengatakan bahwasannya sebenarnya hanya agama Islam yang seluruh aktivitasnya bersanding dengan doa mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi.
“Bangun tidur kita ada doanya? Ada, cek ditempat lain Anda tidak akan temukan,” tutupnya.
Sebelumnya Ustaz Adi Hidayat juga sempat memberikan penjelasan mengenai apakah umat muslim lebih baik memilih seorang pemimpin beragama Islam tapi dia koruptor atau non-muslim tetapi orang yang jujur.
Pendiri dari Quantum Akhyar Institute itu awalnya melemparkan pertanyaan itu kepada para jamaah yang hadir untuk mendengarkan ceramahnya.
Akan tetapi para Jemaah sepertinya kebingungan dan lebih memilih untuk tidak menjawabnya.
“Jadi ada dalam ilmu logika perbandingan yang fatal akibatnya, salah premisnya keliru kesimpulannya,” ujar Ustaz Adi Hidayat, dikutip PosKota.co.id dari kanal YouTube Love Islam.
“Coba pilih mana, dalam konteks pemilihan orang islam pemimpin muslim yang koruptor atau non-muslim yang jujur, pilih mana?,” tanya Ustaz Adi Hidayat.
Kemudian Ustaz Adi Hidayat menjelaskan pilihan mana yang harus seorang muslim pilih di antara kedua opsi tersebut.
Akan tetapi ustaz berusia 37 tahun itu menegaskan bahwa pertanyaan seperti itu sebenarnya tidak ada jawabannya.
Menurutnya, pertanyaan semacam itu sudah termasuk ke dalam kategori yang salah dan akan melahirkan jawaban yang salah.
“Kalau Anda ingin membandingkan sesuatu dalam kaidah ilmu logika, itu harus apple-to-apple. Harus sama, jadi kalau Anda bandingkan orang Islam yang jujur bandingkan dengan non-muslim yang jujur, fair (adil) itu,” imbuhnya.
“Tetapi kalau Anda bandingkan misalnya orang Islam yang koruptor, bandingkan dengan orang non-muslim yang koruptor, harus sama,” sambungnya. (cr03)