LEBAK, POSKOTA, CO.ID - Kabupaten Lebak hingga kini tidak memiliki alat atau sirine peringatan dini tsunami. Padahal Kabupaten berjulukan Bumi Multatuli itu masuk dalam salah satu daerah di zona ancaman tsunami yang dapat timbul dari Gempa Megathrust.
Untuk menangganinya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melaui Badan Perencanaan Daerah (BPBD) Lebak berinisiatif untuk menggunakan dan memaksimalkan speaker masjid atau pengeras suara yang terdapat di tiap masjid yang berada di daerah rawan khususnya pesisir pantai Lebak bagian selatan.
Kepala BPBD Lebak Febby Rizki Pratama menjelaskan uniknya cara kerja speaker masjid sebagai peringatan tsunami, dan itu juga serupa dengan Sirene dari BMKG.
Lantaran, perintah awalnya berasal dari BMKG yang kemudian diinstruksikan peringatan dari pusat Early Warning System (EWS) yang ada di BPBD Lebak. Teknologi ini jelas lebih murah, pun pula terhubung ke EWS BPBD Lebak.
"Ketika ada peringatan tsunami dari BMKG, kita tekan tombol peringatan dari EWS pusat yang terhubung ke speaker masjid, kemudian speaker masjid akan berbunyi selayaknya sirine peringatan," kata Febby kepada wartawan, Jum'at (3/9/2021).
Menurut Febby, biaya yang digunakan untuk menggunakan sistem peringatan pada speaker masjid sendiri lebih murah dibandingkan biaya pemasangan sirine peringatan tsunami.
"Sudah dihitung diperkirakan tidak sampai 200 juta rupiah untuk memanfaatkan speaker speaker masjid, sementara harga sirine kan miliaran," kata Febby.
Sebagai persiapan gempa megathrust yang mungkin akan terjadi, Febby mengatakan, di Kabupaten Lebak sudah dilakukan mitigasi bencana dengan memasang rambu-rambu dan menyiapkan shelter buatan dan alami untuk evakuasi masyarakat.
"Dari sekitar 200 rambu-rambu sudah terpasang setengahnya, masih dikerjakan hingga saat ini, sementara shelter sudah ada di Kecamatan Wanasalam, Cihara, Panggarangan dan Bayah," kata dia.
Dari pemetaan wilayah terdampak gempa megathrust di wilayah Lebak, ada enam kecamatan terdampak yakni Wanasalam, Malingping, Cihara, Panggarangan, Bayah dan Cilograng dengan sekitar 65.000 kepala keluarga yang terdampak.