WONOGIRI, POSKOTA.CO.ID - Potensi bencana alam tsunami setinggi 5,8 meter hingga 33,5 meter kabarnya akan mengancam wilayah Wonogiri.
Tentu saja, masyarakat harus waspada dan berhati-hati, karena pesisir Wonogiri di Jawa Tengah memiliki potensi tsunami cukup besar.
Jika memang bencana alam tersebut terjadi, maka kemungkinan dampak yang bisa jadi serupa dengan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 lalu.
Mengenai hal itu, warga di kawasan Wonogiri pun diimbau untuk waspada terhadap potensi bencana tersebut.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMG) mencatat 25 wilayah rawan terkena bencana gempa bumi dan tsunami (tsunamigenik), salah satunya, yaitu Kabupaten Wonogiri.
Kawasan sepanjang 7,6 km di Kecamatan Paranggupito, Wonogiri, yang berbatasan langsung dengan laut sering diterjang gelombang tinggi.
Setidaknya, ada enam pantai di Wonogiri yang disebut berpotensi terdampak apabila tsunami terjadi.
Keenam pantai tersebut adalah Nampu, Waru, Kalimirah, Sembukan, Klotok, dan Dadapan.
Bukan hanya wilayah Wonogiri, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memberi peringatan kepada Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, juga meminta masyarakat mempersiapkan skenario terburuk berupa gempa dan tsunami yang berpotensi terjadi di wilayah tersebut.
Peringatan itu bertujuan untuk menghindari dan mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami yang mengintai pesisir selatan Jawa yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia.
"Berdasarkan hasil penelitian, wilayah Pantai Pacitan memiliki potensi tsunami setinggi 28 meter dengan estimasi waktu tiba sekitar 29 menit. Adapun tinggi genangan di darat berkisar sekitar 15-16 meter dengan potensi jarak genangan mencapai 4 - 6 kilometer dari bibir pantai," kata Dwikorita dalam rilisnya, Minggu (12/9).
Adapun skenario yang perlu disiapkan adalah berlatih melakukan evakuasi mandiri jika menerima Peringatan Dini Tsunami maksimal 5 menit setelah gempa terjadi. Dalam hal ini, mereka disarankan untuk mengungsi ke daratan yang lebih tinggi jika merasakan guncangan gempa yang besar.
"Untuk masyarakat yang berada di pantai, tidak perlu menunggu perintah, aba-aba, atau sirine. Segera lari karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit, sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh."
Dwikorita kembali menegaskan bahwa peringatan tersebut masih bersifat "potensi", yang artinya bisa terjadi, bisa juga tidak. Namun jika masyarakat giat berlatih evakuasi, jumlah korban jiwa maupun kerugian materi bisa diminimalisir.
Selain itu, skenario ini juga bertujuan untuk mempersiapkan upaya mitigasi bencana yang lebih komperehensif. Dengan begitu, masyarakat maupun pemerintah tidak terlalu kebingungan jika bencana itu benar-benar terjadi.
"Jika masyarakat terlatih maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut," sambungnya.
Lebih lanjut, Dwikorita meminta pemerintah daerah untuk menyiapkan sarana dan prasarana khusus untuk mengevakuasi kelompok lanjut usia (lansia) dan difabel. Pemda Pacitan juga diharuskan untuk menggencarkan edukasi mengenai potensi bencana kepada masyarakat. (cr09)